Liputan6.com, Jakarta Phumeza Tisile dari Afrika Selatan masih berumur 19 ketika didiagnosis dengan Tuberkulosis (TB) dengan tipe yang mematikan dan sangat resisten terhadap obat. Namun ia berhasil selamat dari jenis XDR-TB, padahal sebelumnya hidupnya hanya diprediksi sekitar 20 persen.
Melansir News Deeply, Jumat (24/3/2017), awalnya Tisile menyadari tubuhnya semakin kurus. Penyakit ini disadarinya ketika ia mengalami kesulitan meniup terompet yang pada saat itu bersamaan dengan event Piala Dunia pada 2010.
Setelah diperiksa ke dokter, barulah ia tahu terdiagnosis dengan tuberkulosis. Setelah mengalami enam bulan pengobatan, kesehatannya pun semakin memburuk. Dua bulan sesudahnya ia terkejut karena ternyata ia mengalami tuberkulosis dengan tipe yang resisten terhadap obat atau kerap dikenal dengan Multi-Drug TB (MDR).
Advertisement
"Setiap harinya aku mengonsumsi 20 tablet dan injeksi selama enam bulan," Ujar Tisile.
Hal yang paling menyeramkan adalah setelah dua tahun pengobatan, dirinya hanya memiliki kesempatan 20 persen untuk selamat.
Bukannya membaik, ia kembali terdiagnosis ke dalam tahapan tuberkulosis yang lebih tinggi yakni dengan jenis XDR-TB (Extensively Drug Resistant)--tingkatan yang lebih tinggi dari MDR-TB.
Selama berbulan-bulan mengalami pengobatan, Tisile juga mengalami efek samping obat yang membuatnya sulit untuk berjalan dengan baik. "Aku menyadari ada yang salah ketika orang-orang menggerakan mulut mereka tetapi aku tidak bisa mendengarkan apa yang mereka katakan," barulah ia menyadari efek samping yang juga menganggu pendengarannya.
Pada 2013, Tissile berhasil sembuh dari XDR-TB setelah mengalami penanganan dengan obat-obatan yang tepat.
Saat ini, Tisele kerap melakukan advokasi untuk para penderita TB agar mendapatkan akses dan pengobatan yang lebih baik.Â
Afrika Selatan merupakan negara tertinggi dengan penyakit Tuberkulosis di dunia. Tuberkulosis juga menjadi satu di antara lima penyakit mematikan yang membunuh wanita pada usia 20 sampai dengan 59 tahun. (Aida Tifani)