Liputan6.com, Jakarta Meski cacing pita ditemukan dalam daging babi, warga dari suku Lanny dan suku Dani di Kabupaten Lanny Jaya, Papua tetap memasak dan memakan daging babi. Fenomena tersebut tak lepas dari upacara adat barapen (upacara bakar batu untuk menyambut momen tertentu), yang menghidangkan daging babi.
Baca Juga
Advertisement
Daging babi dipanggang menggunakan batu yang dipanaskan. Proses memasak seperti ini ternyata membuat daging babi tidak matang sempurna sehingga terjadi penularan cacing pita. Pemaparan ini dikemukakan dr Gurendro Putro, peneliti yang memimpin riset terkait Barapen dan Cacing Pita di Tana Papua.
"Lokasi penelitian kami selama 50 hari berada di Kabupaten Lanny Jaya, khususnya di daerah Tiom. Barapen berisiko besar terhadap penularan cacing pita. Bukan hanya cacing pita ditemukan pada daging babi yang belum dimasak, melainkan kami menguji klinis temuan cacing pita pada feses warga," kata Gurendro saat memberikan paparan riset pada acara Riset Etnografi Kesehatan dan Riset Intervensi Kesehatan Berbasis Budaya di Kementerian Kesehatan, Jakarta pada (3/4/2017).
Menurut data Dinas Kesehatan tahun 2015, kasus warga menderita cacing pita di Kabupaten Lanny Jaya sebesar 2.787 kasus dan 80 persen anak sekolah menderita cacing pita (hasil dari pemeriksaan feses).
Gurendro menambahkan, penularan cacing pita tak hanya dari makan daging babi, tapi kebiasaan-kebiasaan warga setempat.
"Mereka punya kebiasaan tidak ganti baju, tidak cuci tangan, dan mandi tidak pakai sabun. Buang air besar pun di sembarang tempat. Padahal, itu bisa sangat berbahaya. Ketika makan daging babi, tubuh seseorang akan terinfeksi cacing pita. Lalu feses yang dikeluarkan di sembarang tempat bisa membuat babi memakan feses tersebut. Siklus inilah yang akhirnya terus berputar dan penularan cacing pita sulit diredam," tambahnya.
Tidak hilangkan budaya
Tidak hilangkan budaya
Riset etnografi kesehatan yang digelar Badan Litbang Kesehatan Kementerian Kesehatan terkait upacara adat barapen dan cacing pita memberikan saran, bagaimana cara agar tidak menghilangkan budaya barapen sekaligus warga tetap aman makan daging babi tanpa terkena cacing pita.
"Kami menyarankan, perlu meningkatkan peran gembala gereja untuk menerapkan gaya hidup sehat kepada warganya. Tentunya, tanpa menghilangkan upacara barapen. Adanya pengetahuan soal cara berapa lama membakar daging babi agar lebih matang juga jumlah batu yang digunakan," jelas Gurendro.
Selain itu, pemotongan daging babi berupa ketebalan daging babi juga diperhatikan. Hal ini dikarenakan warga memotong daging babi secara sembarangan. Daging babi pun kurang matang, yang akan menyebabkan warga yang makan daging babi terinfeksi cacing pita.
Advertisement