Sukses

Ilmuwan Indonesia Temukan Alat Pembunuh Sel Kanker

Ilmuwan asal Indonesia dari European Association for Cancer Research (EACR) menciptakan alat terapi kanker terbaru.

Liputan6.com, Jakarta Ilmuwan asal Indonesia dari European Association for Cancer Research (EACR) menciptakan alat terapi kanker Doktor Warsito Electro Capacitive Cancer Treatment (ECCT) yang membunuh sel kanker berbasis medan listrik.

"Penelitian saya tentang kematian sel kanker karena paparan medan listrik nonkontak dari ECCT," kata peneliti Indonesia dari EACR Firman Alamsyah yang memaparkan presentasi ECCT dalam siaran pers yang diterima di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Firman memaparkan konsep alat terapi ECCT dalam konferensi ilmiah tentang kanker di Royal College of Physician, London, yang dihadiri oleh 280 peserta yang terdiri dari ahli immunoterapi, klinisi, dan mahasiswa doktoral dari 25 negara.

Firman menjelaskan, alat ECCT juga menginduksi respons sel imun atau sel kekebalan di sekitar jaringan sel kanker yang mati karena medan listrik.

"ECCT punya potensi membuat 'cold' tumor jadi 'hot' tumor yang bisa dideteksi sel imun. Kanker tidak terlihat buat sistem imun karena sel kanker tidak mengeluarkan molekul signal yang bisa dideteksi oleh sel imun," kata Firman yang merupakan lulusan program doktoral multi disiplin sains di University of Tokyo.

Dia menjelaskan, strategi yang dibuat oleh alat terapi imun adalah dengan teknik imun, yakni membuat antibodi pada satu reseptor yang ada di sel kanker sehingga sel kanker bisa terlihat buat sistem imun.

"Fokus riset ECCT tidak jauh dengan immunotherapy yang sekarang berkembang di Eropa dan Amerika," kata Firman.

Menurut dia, penelitian ECCT sangat menjanjikan untuk dilanjutkan dan harus terus didukung oleh pemerintah sehingga bisa menjadi solusi terapi kanker.

Saat ini, penelitian lanjutan mengenai ECCT sedang dilakukan di FKUI dengan dukungan pembiayaan dari Kemenristekdikti.

Data Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi kanker mencapai 4,3 per 1.000 orang pada 2013, atau diperkirakan terdapat 1 juta orang penderita kanker.

Selain itu, menurut Firman, kapasitas fasilitas pelayanan kesehatan untuk kanker saat ini baru bisa melayani 15 persen pasien yang ada di Indonesia dan kebanyakan terpusat di Pulau Jawa.

Dia juga berpendapat alat kesehatan dengan teknologi tinggi belum banyak berkembang di Indonesia karena penelitian eksperimentalnya membutuhkan biaya besar, waktu yang cukup lama, hasil yang tidak pasti, dan kerja sama dengan membutuhkan banyak pihak. 

Â