Liputan6.com, Jakarta Siapa yang tak kenal dengan salah satu pahlawan nasional Raden Ajeng Kartini atau dikenal sebagai R.A Kartini? Dialah sosok pencerah yang membawa perubahan hidup para perempuan Indonesia hingga kini.
Bicara soal pejuang wanita di Hari Kartini, ada sosok wanita yang cukup menginspirasi. Adalah Veronica Colondam, seorang ibu tiga anak yang banyak berkontribusi di bidang pendidikan remaja. Keteguhan hatinya membuat ia tak hanya membangun rumah belajar untuk anak-anak yang putus sekolah tapi juga mendidik para remaja untuk mandiri.
Baca Juga
Vero, panggilan akrabnya, merupakan pendiri Yayasan Cinta Anak Bangsa (YCAB). Pada 1999, ia memiliki ambisi untuk membantu anak-anak kurang mampu mendapatkan hak belajar dan memiliki soft skill yang mereka suka demi mendapatkan kehidupan yang lebih layak.
Advertisement
"Dalam proses mencari makna hidup, ambisi itu muncul. Semakin saya pelajari, kondisi anak-anak terutama remaja itu semakin mengkhawatirkan. Yang putus sekolah sampai berjuta-juta anak," katanya saat ditemui Liputan6.com di kantor YCAB Foundation, kawasan Kedoya, Jakarta Barat, Jumat (20/4/2017).
Awal mula mendirikan YCAB, kata dia, bukan perkara mudah. Ada banyak tantangan dan panggilan hati yang berkecamuk di dirinya hingga ia memutuskan untuk membuat program seputar pencegahan narkoba pada remaja.
"Awalnya kita bergerak atas dasar kekhawatiran ibu-ibu lain soal perilaku berisiko seperti narkoba, seks bebas hingga HIV/AIDS. Lalu kami berikan training soft skill seperti decision-making (bagaimana membuat keputusan), Coping with Problems (menghadapi masalah dengan tindakan), cara menangani konflik serta managing relations (menjaga hubungan dengan teman atau orangtua)," imbuhnya.
Namun, seiring berkembangnya waktu, ia melihat ternyata program tersebut hanya menjadi solusi sebagian kecil masalah yang ada di masyarakat. Dan akar masalah ini adalah pendidikan yang tidak selesai alias putus sekolah.
YCAB Foundation pun melebarkan sayapnya untuk membantu ekonomi keluarga kurang mampu serta membiayai anak-anak yang putus sekolah.Â
Melalui tiga pilar utama, Healthy Lifestyle Promotion (HeLP), House of Learning and Development (HoLD) atau disebut Rumah Belajar, dan Hands-on Operation for Entrepreneurship (HOpE), program YCAB kini menjadi suatu keutuhan yang berkesinambungan.Â
Membangun portal pekerjaan untuk lulusan SMA
Bagi Vero, masalah putus sekolah merupakan hal yang krusial mengingat anak merupakan masa depan bangsa. Belum lagi di usia yang sangat dini mereka juga sulit mendapatkan pekerjaan untuk membantu keluarganya.
Untuk itu, YCAB Foundation bekerja sama dengan Microsoft, dan didukung sepenuhnya oleh Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, sektor swasta dan organisasi lain membangun portal generasibisa.id untuk membantu para lulusan SMA dan setingkatnya mendapatkan pekerjaan.
"Ini portal resmi pekerjaan untuk mereka yang sudah lulus SMA dan setara. Kalau portal lain biasanya hanya untuk yang lulusan S1, ya. Kami melihat kebutuhan mereka (remaja) yang tanggung karena usia kerja resmi harus 18 tahun ke atas," ujar wanita yang pernah dinobatkan Forbes menjadi 48 Asian Philanthropist dan satu dari Ten Most Inspiring Women in Indonesia.Â
Setidaknya, lanjut dia, anak-anak yang lulus paket C di rumah belajar YCAB 79 persen mendapat pekerjaan di tahun pertama. Meski jarang dari mereka yang langsung masuk perguruan tinggi tapi ada juga beasiswa yang disediakan untuk kuliah.
"Saya senang, dengan begitu, mereka jadi mandiri. Ketika mereka bisa memiliki tujuan hidup dengan skill tambahan yang kami berikan dan mereka pilih, harusnya hidup mereka better," ujarnya.
Advertisement
Mengenalkan Indonesia di mata dunia dengan cara berbeda
Impian untuk membantu anak-anak putus sekolah tak cukup hanya di Indonesia. YCAB Foundation pun membangun jaringan program di enam negara seperti Myanmar, Afghanistan, Pakistan, Uganda, Mongolia, dan Laos.
"Berkembangnya jangkauan program membuat sasaran kami lebih luas. Kita mau keluar Indonesia. Sebab dalam konteks ini, YCAB bukan cuma sekadar kegiatan, aktivitas atau perjuangan kemanusiaan. Lebih dari itu, dunia harus tahu bahwa program semacam ini bisa membantu anak-anak lain di luar sana," kata wanita pecinta travelling ini.
Alhasil, rumah belajar Rumah Belajar yang dibangun sejak 2003 kini memiliki 76 pusat belajar di 16 provinsi di Indonesia dan tujuh negara.
Indahnya blusukan
Memaknai hidup dengan "blusukan"
Ide untuk mengembangkan program YCAB Foundation tidak semata-mata dilakukan dengan hanya mencari inspirasi. Vero menuturkan, hingga kini ia masih melakukan "blusukan" ke tiap-tiap daerah untuk melihat masalah langsung dari masyarakat.
"Kami sudah menjangkau 77 kota di 26 provinsi di Indonesia. Dan anak-anak yang terbantu mencapai 3,24 juta. Pada 2020, kami menargetkan ada lima juta anak yang bisa sekolah lagi," tutur wanita lulusan bidang Ilmu Sosial dari Imperial College, London dan The London of Hygiene and Tropical Disease tersebut.
Blusukannya ke daerah itu ia anggap sebagai agenda rutin yang harus dilakukan disiplin. Menurutnya, dengan cara inilah ia bisa bersentuhan langsung dengan sesama karena yang ia bantu bukanlah program melainkan manusia.
"Dengan bertemu orang langsung, itu hikmat perjalanan hidup saya. Kita jadi mengerti bahwa mereka sebenarnya ingin memutus jalur kemiskinan dengan menyekolahkan anak. Namun mereka tidak memiliki biaya bahkan modal untuk memulai usaha," ujarnya.
Dari situ, Vero menganggap hal tersebut sebagai panggilan Tuhan dalam mencapai level spiritual. Teori ini pula yang ternyata ada dalam MIT Leadership.
"Panggilan (untuk membantu sesama) itu seperti U Theory dalam MIT Leadership. Pada saat kita lihat ada masalah, kita connecting masalah itu kemudian what to do dan how you fix it. Saya pikir inilah urusan spiritualitas karena setiap orang memiliki level yang berbeda untuk mencapainya," tukas wanita yang telah meluncurkan sejumlah buku bertemakan pengembangan dan perilaku remaja.Â
Â
Advertisement
Kartini masa kini
Semua wanita bisa menjadi Kartini masa kini
Meski perubahan yang dilakukan Vero bukan pekerjaan yang selesai semalam. Ia menuturkan bahwa setiap wanita sebenarnya bisa menjadi Kartini masa kini.
"Mulai saja dulu membantu satu anak pembantu, sopir atau saudara dekat. Bantu ia sekolah hingga lulus SMA, atau lebih bagus kuliah. Tentu anak sendiri harus menjadi prioritas," katanya.
Namun dengan begitu, semua orang berarti telah membantu anak-anak memiliki kehidupan yang lebih baik. "Tak perlu memikirkan ingin membangun Yayasan langsung, kecuali memiliki ambisi. Minimal adopsi satu anak dan biayai sekolahnya, itu sudah membantu negara ini."
Dan bila secara finansial tidak cukup membantu orang lain, tak perlu khawatir. Sebab menurutnya setiap orang memiliki kemampuan menjadi manusia sejati dalam keterbatasan.
"Kita bisa bantu orang, itu sifat dasar manusia. Kalau enggak punya duit, mungkin kita bisa dengarkan orang lain yang butuh didengar. Karena menurut teori hierarki kebutuhan yang diutarakan Abraham Measlow, aktualisasi diri untuk bisa menolong orang itu paling tinggi," pungkasnya.
Â