Liputan6.com, Jakarta Kehilangan yang amat mendalam akan sosok Ahok mulai dirasakan oleh warga Jakarta yang puas dengan kinerjanya. Ribuan untaian bunga untuk Ahok yang membanjiri pekarangan Balai Kota adalah indikator tidak sedikit orang yang sayang, cinta, dan ikut merasakan kepedihan yang tengah membelit Ahok.
Berdasarkan hasil perhitungan cepat Pilkada DKI 2017 oleh sejumlah lembaga, menyatakan, Ahok - Djarot kalah dari pasangan Anies - Sandiaga. Bila KPU secara resmi mengumumkan bahwa pasangan nomor urut tiga benar-benar menang, Ahok pun harus menyerahkan kursi jabatannya pada Oktober 2017.
Advertisement
Baca Juga
"Itu yang pada akhirnya membuat pendukung Ahok antara gamang, galau, dan sedih. Kemudian, kehilangan itu mereka ekspresikan lewat karangan bunga," kata Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, saat dihubungi Health Liputan6.com pada Rabu (26/4/2017)
Menurut Hamdi adalah wajar jika para pendukung ikut merasa sedih saat Ahok mengucapkan pidato kekalahan dan mengucapkan selamat atas kemenangan pasangan Anies - Sandiaga. Tidak tampak sama sekali raut wajah depresi. Yang justru dia perlihatkan adalah wajah siap jika memang harus kalah.
"Ahok itu bukan orang baru. Dia tahu bahwa politik itu keras. Dia sendiri merasakan dihantam kiri dan kanan dengan stigma, agama, dan cacian. Namun, sikap seperti itu yang membuat kita jadi bersimpati," kata Hamdi melanjutkan.
Dan Hamdi yakin betul bahwa hujan karangan bunga untuk Ahok tidak ada yang merencanakan sebelumnya. Ia menebak, 10 atau 20 orang yang mengirimkannya.
Akan tetapi, dengan kemajuan teknologi dan mudahnya orang mengakses media sosial, ditambah memiliki "satu perasaan yang sama", jumlah orang yang mengirimkan karangan bunga untuk Ahok semakin banyak.
"Semua terjadi spontan, kebetulan, yang didasari perasaan sama-sama sakit dan perih. Ya, kondisi ini dinamakan konsep resonansi," kata Hamdi.
Bunga sebagai Bentuk Ekspresi
Bila bicara simbol, lanjut Hamdi, secara universal karangan bunga merupakan bentuk ekspresi yang akan orang-orang lakukan saat dia kehilangan (saat ada yang meninggal) atau ikut merasa senang (saat ada teman, saudara, atau orang terdekat yang menikah).
Khusus untuk Ahok, karangan bunga tersebut merupakan bentuk ekspresi kehilangan sosok pemimpin yang mau bekerja, meski tak bisa dipungkiri bahwa di satu sisi Ahok adalah orang yang keras, suka menggusur, dan sulit mengontrol ucapannya.
"Simbol ini menjadi cepat menulat karena punya kesadaran yang sama. Banyak orang yang pada akhirnya bersimpati, ikut mengekspresikan rasa kasih dan sayangnya," kata Hamdi menambahkan.
Lebih dari itu, Hamdi melihat bahwa karangan bunga untuk Ahok adalah bukti bahwa seorang pemimpin yang ingin dicintai oleh rakyatnya, berbuatlah sesuatu yang bermanfaat untuk rakyat. Tanpa diminta apalagi memelas, orang akan memberikan apresiasi setinggi-tingginya.
"Yang terjadi pada Ahok sekarang adalah sebuah fenomena. Di mana biasanya, orang yang kalah harus siap buat kesepian. Namun, Ahok justru membalikannya," kata Hamdi menekankan.
Advertisement