Liputan6.com, Jakarta Ketua Pengurus Besar Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Prof Dr Idrus Alwi, SpPD, mengatakan, 60-75 persen penyebab kematian pasien diabetes bukan karena gula darah yang tinggi, melainkan komplikasi penyakit.Â
"Angka kematian yang paling tinggi pada orang diabetes bukan karena (kadar) gula darahnya, juga bukan karena penyakit ginjal, komplikasi mata, tetapi karena penyakit kardiovaskular," kata Idrus dalam acara "Diskusi Media AstraZeneca: Studi Tentang Komplikasi Penyakit Kardiovascular (CVD) pada Pasien Diabetes atau DM Tipe-2", di kawasan Menteng, Kamis (27/4/2017).
Baca Juga
Data dari Centers for Disease Control (CDC) yang dipaparkan, Idrus menyebutkan, pasien diabetes melitus tipe 2 berisiko mengalami stroke, gagal jantung, dan penyakit jantung koroner (PJK).
Advertisement
"Penyakit jantung koroner, penyumbatan, penyempitan pada koroner terjadi dua sampai empat kali lebih besar dibanding yang tanpa diabetes," ujarnya.
Pada 2015, ada 10 juta orang dengan penyakit diabetes di Indonesia. Idrus melanjutkan, bahkan pada 2040, angka itu akan naik hingga 16,2 juta. Karena itu, diabetes telah menjadi penyakit epidemi (berjangkit cepat dengan cakupan wilayah luas) yang terus meluas di dunia.Â
Apa SLGT-2 itu?
AstraZeneca sebagai sebuah perusahaan farmasi yang mendukung kemajuan sains dan pengembangan obat melakukan penelitian yang disebut CVD-Real dalam skala besar pertama. Penelitian ini memantau efek pengobatan penghambat SGLT-2 (SGLT-2 inhibitor) pada para pasien diabetes tipe 2.
"Tujuan penelitian CVD-Real untuk melihat efek obat SGLT-2 terhadap risiko terjadinya perawatan akibat gagal jantung juga kematian lain dan bagaimana obat itu bisa menurunkan angka kematian," kata Idrus.
Data diperoleh dari 300 ribu lebih pasien di enam negara, Inggris, Norwegia, Swedia, Denmark, Jerman, dan Amerika. Selama lima tahun penelitian, ditemukan penurunan tingkat rawat inap dan kematian setelah menggunakan SGLT-2.Â
Hasil studi ini lalu diterapkan pada pasien diabetes melitus tipe 2 di Indonesia. Sesuai peraturan yang dikeluarkan Kementerian Kesehatan dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), penggunaan obat ini bersifat kombinasi dan bukan obat tunggal untuk pengobatan diabetes.
Â