Liputan6.com, Jakarta Konseling pra-pernikahan dengan pakar hubungan psikolog alias premarital counseling perlu dilakukan pasangan yang akan menikah. Perlu dicatat juga bahwa premarital konseling bukan hanya diperlukan bagi pasangan bermasalah yang akan menikah.
"Premarital counseling ini memang dirancang bagi pasangan yang akan menikah, jadi enggak hanya pada pasangan yang bermasalah," tutur psikolog dari TigaGenerasi Fathya Artha Utami ditulis Health-Liputan6.com, Minggu (30/4/2017).
Baca Juga
Premarital counseling ini baiknya dilakukan ketika pria dan wanita yang akan menikah sudah mantap. Sebaiknya tidak mepet dengan hari H pernikahan agar memiliki waktu bersama jika perlu dilakukan treatment tertentu.
Advertisement
"Kalau memang ada hal yang butuh lebih jadi ada waktu. Misalnya treatment untuk luka di masa kecil atau trauma diselingkuhi mantan sehingga membuat dirinya sekarang jadi posesif," tutur Fathya.
Saat menjalani premarital counseling, paling tidak ada tiga hal yang dibahas seperti dikatakan Fathya. Topik tersebut di antaranya:
1. Mengenal diri sendiri dan pasangan
Bisa jadi diri sendiri menjadi sumber masalah dalam hubungan. Namun, penting juga untuk mengenal pasangan lebih dalam. Bukan hanya tentang kesukaan atau hobinya, tapi juga hal lain. Misalnya memahami alasan dia jadi posesif atau kasar. "Nah, psikolog di sini membantu mengenal pasangan lebih dalam," imbuhnya.
2. Mengenal potensi konflik
Psikolog mengajak pasangan untuk memetakan potensi konflik. Mulai dari keluarga, teman, dan pekerjaan. Sehingga bisa diketahui lebih dini potensi konflik mana yang mungkin terjadi di saat pernikahan sehingga tidak sampai merusak hubungan.
3. Mengenal beban yang dibawa masing-masing
Membicarakan beban yang dibawa masing-masing dalam pernikahan mulai dari keuangan hingga keluarga dibicarakan dalam premarital counseling.