Liputan6.com, Jakarta Banyak anak menganggap pelajaran matematika bak momok yang membuat mereka ogah berlama-lama di kelas untuk mengerjakan soal atau sekadar memperhatikan guru yang sedang mengajar.
Bahkan, ada anak yang sampai lari dan bersembunyi karena merasa bodoh dalam hitungan.
Baca Juga
"Waktu saya ke Papua, anak itu disuruh belajar matematika sampai ngumpet-ngumpet dia, karena enggak bisa dan merasa bodoh," ujar Prof. Yohanes Surya, seorang fisikawan Indonesia.
Advertisement
Bukan sekali Prof Yo--sapaan hangat pria ini--menemukan anak-anak di pedalaman Indonesia yang takut belajar matematika. Prihatin yang dia rasakan, apalagi saat Yohanes menemukan anak SD yang tidak naik kelas selama empat kali berturut-turut.
Itu baru secuplik cerita dari Papua, masih banyak anak-anak lain di Indonesia yang mengalami hal serupa kata Yohanes. Pria berkacamata yang memiliki andil cukup besar di ranah pendidikan di Indonesia ini akhirnya mencanangkan metode pengajaran matematika gampang, asyik, dan menyenangkan yang disebut metode gasing.
Bersama Yayasan Pendidikan Astra Michael D. Ruslim (YPA-MDR), Prof Yo melakukan pelatihan metode gasing selama dua bulan, sejak 5 Maret sampai 5 Mei 2017. Pelatihan metode gasing ini merupakan salah satu strategi untuk meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia, terutama di daerah prasejahtera.
Tak hanya siswa/i SD saja yang diajar oleh Prof. Yo, melainkan guru dari masing-masing sekolah juga mendapatkan pelatihan khusus untuk mengajari siswa/i matematika dengan metode gasing ini.
"Awalnya kami ragu dengan diri kami sendiri, apakah kami bisa menguasai matematika hanya dengan waktu dua bulan saja. Namun setelah mengikuti dan diberi kesempatan ini, kami betul-betul mendapatkan pelatihan yang luar biasa. Tidak ada lagi kata susah dalam matematika," kata Rohmawati, peserta sekaligus pengajar di SDN Tengklik, Kec. Gendangsari, Kab Gunung Kidul, Jawa Tengah.
YPA-MDR dan Prof Yo memilih peserta guru dengan cara seleksi tes. Sementara, peserta siswa/i dipilih oleh guru asal sekolah yang memiliki kelemahan dalam pelajaran matematika. Sekolah yang mengikuti pelatihan ini merupakan sekolah binaan YPA-MDRÂ yang berasal dari Bogor, Gunung Kidul, Bantul, Lampung Selatan, Pacitan, dan Kabupaten Kupang.
Menurut Prof Yo, semua anak mampu mengerjakan soal matematika. Hanya saja metode yang digunakan harus mudah dan menyenangkan.
"Di sini kami diajarkan dengan cara konkret, dengan alat peraga, lalu abstrak coret-coretan, dan akhirnya anak bisa mencongkak. Tidak lagi perlu kertas, semua dicatat di pikiran," kata Ariyanti Seran, peserta guru dari SDN Buraen 1, Kec. Amarasi Selatan Kab. Kupang.