Liputan6.com, Amerika Serikat Gangguan pendengaran memengaruhi 48 juta individu Amerika Serikat atau lebih dari 20 persen populasi orang dewasa di negara tersebut.
Wanita tampaknya memiliki risiko pendengaran yang jauh lebih rendah daripada pria. Beberapa penelitian menunjukkan, hormon estrogen wanita dapat melindungi telinga bagian dalam.
Advertisement
Baca Juga
Estrogen memengaruhi sel-sel di beberapa bagian tubuh manusia, termasuk jantung, otak, dan pembuluh darah. Pada wanita, gangguan pendengaran lebih umum terjadi setelah menopause.
Setelah menopause, tingkat progesteron dan estrogen mulai menurun sehingga semakin menguatkan dugaan bahwa kedua hormon seks tadi berhubungan dengan pendengaran pada wanita.
Menyoal hal ini, peneliti memercayai, terapi penggantian hormon akan menurunkan risiko gangguan pendengaran. Namun, sebuah studi baru membantah hipotesis ini dan mengatakan, terapi penggantian hormon mempunyai efek samping yang serius.
Dalam konteks ini, studi baru tersebut bertujuan untuk menguji hubungan antara terapi hormon dan gangguan pendengaran. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal Menopause.
Terapi hormon yang berkepanjangan, terutama pada usia yang lebih tua saat menopause, meningkatkan risiko kehilangan pendengaran, menurut laporan Medical News Today, Kamis (11/5/2017).
Penelitian ini diikuti wanita yang berusia antara 27 tahun dan 44 tahun di awal penelitian. Perkembangan mereka dipantau selama 22 tahun antara tahun 1991 dan 2013. Sepanjang masa waktu tersebut, partisipan melaporkan sendiri tentang kehilangan pendengaran dan penggunaan terapi hormon secara oral.
Hampir 23 persen peserta (sebanyak 18.558 wanita) melaporkan kehilangan pendengaran mereka dalam berbagai tingkatan. Artinya studi ini menemukan, semakin lama wanita pascamenopause melakukan terapi hormon, semakin tinggi risiko mereka mengalami gangguan pendengaran.