Sukses

Hipnoterapi: Jadi Tuli Gara-Gara Tak Mau Dengar

Sudah lebih dari setahun telinga ibu yang datang ke tempat praktik hipnoterapi ini tak dapat mendengar atau tuli.

Liputan6.com, Jakarta Ibu berusia menjelang 40 tahun ini cantik dan lembut, dengan busana yang serba tertutup. Dia datang ke tempat praktik hipnoterapi saya karena masalah ketulian yang tak kunjung teratasi. Sudah lebih dari setahun salah satu telinganya tidak dapat mendengar.

“Saya sudah menjalani operasi di rumah sakit THT, tapi tetap tidak bisa mendengar,” ujar Mina, sebutlah begitu namanya. Ia lantas disarankan menemui seorang psikiater di sebuah rumah sakit yang dapat membantunya rileks dan mengatasi stres yang dialami. Mina pun mengikuti saran itu, tapi kondisinya tak juga berubah walau sudah berkali-kali dilakukan terapi.

Saat qualifying, yaitu tahap wawancara dengan klien pada awal pertemuan, Mina bercerita bahwa ia tinggal bersama dua anaknya, sedangkan suami yang bekerja di luar pulau pulang sebulan sekali.

Mina adalah ibu rumah tangga yang aktif di beberapa komunitas, termasuk komunitas keagamaan. Ketulian yang dialami jelas sangat mengganggu Mina dalam menjalankan fungsi dan perannya.

Dalam proses hipnoterapi, bawah sadar Mina memunculkan informasi bahwa dia tidak mau mendengar suaminya. Mengapa? “Karena suami tidak setuju saya ikut dengan kegiatan memasyarakatkan jilbab dan menjilbabkan masyarakat,” kata bawah sadar Mina.

Pasti suami punya alasan mengapa tidak mendukung. “Ya, karena tugas utamanya adalah menjadi ibu, mengurus rumah tangga dan anak yang masih kecil-kecil. Apalagi ayahnya di luar kota. Kalau sering ditinggal pergi buat urusan jilbab, kasihan anak-anak,” urainya.

Lantas, mengapa menjadi tuli? Bagian diri (ego personality-EP) Mina yang membuat tuli menjelaskan, “Iya, karena setiap ditegur dan dibilangin suami dia selalu bilang: Enggak mau dengar…. Enggak mau dengar… pokoknya enggak mau dengar.“

Alasannya, aktivitas Mina di luar rumah adalah positif dan bermanfaat bagi dunia dan akhirat, sedangkan mengurus anak dan rumahtangga dapat digantikan pembantu rumah tangga. Karena itu pendapat suami tidak perlu didengar.

Oleh bawah sadar ucapan “enggak mau dengar’ itu ditangkap sebagai sebuah perintah dan dipatuhi, maka Mina dibuat tidak mendengar. Telinga mana yang tidak mendengar? Tak lain adalah telinga yang terdekat dengan suaminya pada saat mereka tidur bersama.

“Berarti tindakan operasi itu sebetulnya tidak diperlukan, ya? Karena ternyata penyebabnya adalah pikiran saya sendiri,” kata Mina usai terapi.

Kiranya menjadi jelas mengapa upaya penyembuhan tak kunjung menunjukkan hasil. Walaupun tindakan medis sudah dilakukan untuk mengatasi gejala yang muncul berupa ketulian, namun karena penyebab tuli bukan aspek fisik maka Mina tetap tidak mendengar. 

Catatan

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari pengalaman Mina yang kehilangan pendengarannya?

Hendaknya kita berhati-hati dengan kebiasaan melakukan self talk (bicara pada diri sendiri), bila dilakukan berulang-ulang dan disertai muatan emosi yang intens, maka dapat menjadi program di pikiran bawah sadar.

Upaya penyembuhan akan lebih efektif bila penyebab munculnya gejala-gejala berupa gangguan fisik itu lebih dulu diketahui. Riset membuktikan bahwa lebih dari 90 persen penyakit disebabkan oleh pikiran.

Pikiran bawah sadar kita memiliki kekuatan yang luar biasa besar dibandingkan pikiran sadar, sebaiknya tidak diabaikan. 

 

Saksikan video menarik di bawah ini