Liputan6.com, Jakarta Demi melindungi masyarakat dari informasi yang menyesatkan usai kasus Jeng Ana, Kementerian Kesehatan bekerja lebih nyata dalam pengawasan iklan kesehatan. Setelah menyampaikan pengaduan langsung kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat dan KPI Daerah DKI Jakarta, Kemenkes membentuk gugus tugas pengawasan iklan bersama pemangku kepentingan terkait. Pemangku kepentingan itu di antaranya Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), Lembaga Sensor Film (LSF), KPI, KPI Daerah, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), serta Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo).
“Tujuan gugus tugas ini memperkuat pengawasan dari hulu hingga hilir iklan kesehatan. Karena dilihat dari proses iklan dari pra produksi hingga penayangan, ternyata banyak lembaga terkait yang berwenang mengawasi,” jelas Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemnkes, Oscar Primadi, usai rapat koordinasi penyiapan gugus tugas di Kementerian Kesehatan, Rabu, 21 Juni 2017.
Advertisement
Juru Bicara Kemenkes itu menjelaskan, pada tahap praproduksi dan produksi, Dewan Periklanan Indonesia dapat mengawasi proses pembuatan iklan yang dikerjakan rumah produksi. Demikian pada ketika iklan akan ditayangkan di media penyiaran, semestinya harus mendapatkan Surat Tanda Lolos Sensor dari LSF. Kemudian saat iklan ditayangkan di media penyiaran menjadi kewenangan pengawasan oleh KPI Pusat dan KPI Daerah. Iklan di media cetak menjadi kewenangan Dewan Pers atau Serikat Perusahaan Surat Kabar (SPS), dan di media internet menjadi wilayah kewenangan dari Kominfo.
“Gugus tugas ini bersifat koordinatif sesuai peran tugas masing-masing. Kemenkes dan BPOM menguatkan arus data dan informasi sebagai bahan pengawasan iklan oleh lembaga-lembaga itu,” jelas Oscar.
Pemangku kepentingan yang hadir pada rapat koordinasi di Kemenkes menyambut baik adanya gugus tugas pengawasan iklan. KPI Pusat dan KPI DKI Jakarta menyampaikan aspirasi sama, perlunya pembekalan substansi kesehatan dan iklan kesehatan bagi tenaga pengawasnya.
“KPI berharap Kemenkes dan BPOM membekali tim pengawas kami. Juga bimbingan mana yang boleh dan tidak dalam iklan kesehatan,” kata Kepala Bagian Perencanaan, Hukum dan Humas KPI Pusat, Umri.
Sementara itu, Wakil Ketua LSF Dody Budiatman menegaskan setiap tayangan iklan dan film yang akan tayang di lembaga penyiaran, bioskop dan saluran teknologi informasi harus memiliki surat tanda lulus sensor. “Jika tidak punya STLS, semestinya televisi tidak menyiarkan dan KPI langsung bisa menghentikannya,” kata Dody Budiatman.
Badan POM juga menyambut baik gugus tugas ini sebab dapat memperkuat pengawasan iklan obat dan makanan pada tahap pra dan pasca-penayangan di media massa. Para pemangku kepentingan sepakat segera disiapkan nota kesepahaman dengan melibatkan instansi lain yang terkait. Dan nantinya, gugus tugas atau apa pun nama forum koordinasi ini akan diperkuat prosedur kerja dan mekanisme lain dalam bentuk perjanjian kerja sama.
Selain dari aspek iklan kesehatan, Kementerian Kesehatan juga mendorong Dinas Kesehatan Provinsi dan Kabupaten/Kota melakukan pembinaan dan bimbingan teknis. Seperti diketahui, Kemenkes bersama Dinkes Jakarta dan Suku Dinkes Jakarta Selatan melakukan teguran langsung dan bimbingan teknis lapangan ke tempat praktik Jeng Ana di Kalibata, Kamis, 22 Juni 2017.
Kemenkes meminta Jeng Ana segera menghentikan iklan di berbagai televisi nasional dan daerah. Kemenkes juga mengimbau praktik pelayanan kesehatan tradisional Jeng Ana memenuhi ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 61 Tahun 2016 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional Empiris. Dalam kedua peraturan tersebut ditegaskan, penyehat tradisional dan panti sehat dilarang memublikasikan dan mengiklankan pelayanan yang diberikan. Selain itu, seorang penyehat tradisional hanya mendapatkan satu Surat Tanda Penyehat Tradisional (STPT) untuk satu tempat praktik.