Â
Liputan6.com, Jakarta Kalau kita bicara tentang budaya mengantri, semua orang tahu bahwa Jepang itu jagonya. Di mana saja tak kenal tempat dan waktu. Bahkan bila mereka mesti harus mendapatkan barang favorit entah itu di tempat makan, toko elektronik atau dimana saja.
Baca Juga
Tingkat disiplin yang tinggi ini pernah ditunjukkan oleh warga negeri matahari terbit ini pada saat pertandingan piala dunia tahun 2014, bagaimana para fans tim Jepang tak mau tinggalkan sampah sedikit pun usai pertandingan meski jagonya kalah melawan Tim Pantai Gading. Gerakan sapu bersih para fans Tim Jepang pun mengubah stadion menjadi cling.
Advertisement
Bahkan dalam bencana skala besar seperti yang terjadi di Fukushima Daiichi pada Maret 2011. Penduduk Jepang rela mengantri berjam-jam menunggu makanan saat pembagian makanan karena persediaan yang mereka miliki berkurang dan harus mengantri makanan dari bantuan para relawan dan pemerintah.
Level ekstrem orang Jepang itu mengagumkan sampai saya menyaksikannya sendiri di sebuah stasiun kereta api di Kota Sapporo, Hokkaido, Jepang minggu lalu. Meski tidak sehebat bencana Fukushima maupun pertandingan Piala Dunia, momen menarik itu membuat kita malu sendiri bila kita bandingkan dengan kebiasaan orang-orang di negeri kita sendiri, Indonesia.
Bayangkan, untuk masuk kereta api, mereka rela mengantri dan berbaris rapi sesuai dengan garis kuning yang sudah dibuat oleh petugas. Berbeda sekali dengan kebiasaan di negeri kita. Tidak ada ketertiban sama sekali. Mereka yang mau masuk maupun yang mau keluar saling berebut dan ingin lebih dahulu masuk. Tabrakan orang pun bisa jadi tak terhindarkan. Hal yang sama juga terjadi di lift.
Tertib dan disiplin ini terasa juga ketika kita memasuki sebuah ekskalator. Ada kebiasaan di Jepang, mereka yang hanya diam mengikuti gerak ekskalator harus berdiri di sebelah kiri, sementara yang tetap berjalan tidak mengikuti gerak ekskalator harus berada di barisan sebelah kanan supaya bisa menyalip yang lain. sama seperti kalau kita berkendara di jalan tol. Bagaimana dengan kita? Bisakah belajar sabar dan mengantri seperti orang Jepang?
Â