Liputan6.com, Jakarta Di balik kecantikan perempuan muda berjilbab ini, ia harus berjuang menghadapi sumbing (celah) pada bibir dan lelangit (langit-langit mulut). Sejak lahir, Fandina, 23 tahun, mengalami ketidaksempurnaan terbentuknya struktur bibir dan lelangit sumbing.
Baca Juga
Advertisement
Ia juga harus mengalami bullying karena kondisinya. Walaupun penyebab sumbing belum diketahui secara pasti. Fandina menceritakan, kalau pemicu sumbing karena sang ibu saat mengandung dirinya minum obat yang tidak jelas keasliannya.
"Mama pernah obat di suatu lokasi di Kebon Kacang, Tanah Abang. Tapi kayaknya itu obat palsu. Obatnya tiruan gitu. Karena ragu, akhirnya, Mama periksa ke dokter. Dokter ngasih tahu, kalau saya lahir akan terkena bibir dan lelangit sumbing," cerita Fandina saat berbagi pengalamannya dalam acara Bulan Kepedulian Sumbing dan Kelainan Craniofacial Lainnya di RSCM Kencana, Jakarta, ditulis Jumat (28/7/2017).
Menurut yang diceritakan sang ibu, selang beberapa hari setelah lahir, Fandina langsung menjalani operasi sumbing. Ia tidak ingat secara pasti, kapan dirinya operasi sumbing yang pertama kalinya.
Hidung kecil sebelah
Seiring penyembuhannya setelah operasi sumbing terjadi masalah.
"Ada alat berupa sumbatan yang dipasang di hidung agar posisi hidung tetap sama setelah operasi bibir sumbing. Tapi sumbatannya dicabut sama tante saya karena tiap kali makan suka keluar muntahan dari hidung. Hidung saya juga jadi kecil sebelah," lanjutnya.
Dokter menyarankan untuk operasi hidung saat Fandina sudah berusia 17 tahun. Sewaktu usianya 17 tahun, Fandina mengingat dirinya sudah tiga kali menjalani operasi.
Advertisement
Harus alami bullying
Tak mudah bagi Fandina memasuki kehidupan sekolah. Ia harus mengalami bullying. Teman-teman di sekolah sering mengolok-olok dan mengatai-ngatai soal kondisi bibir sumbingnya.
"Saya dari kecil sudah di-bully dan suka dikata-katain. Itu saya alami dari sekolah. Bahkan sampai sekarang juga. Tapi kalau sekarang sih agak beda. Enggak terkesan di-bully, tapi saya merhatiin tatapan mata orang kalau lihat saya. Mereka sepertinya mau ketawa melihat kondisi saya," tambah Fandina.
Bullying yang dialaminya tidak membuat Fandina depresi, marah atau kesal. Ia mengaku, semakin hari malah tidak memikirkan bullying dan cemooh orang lain.Â
"Ya, akhirnya saya lama-lama biasa aja. Saya jalani hari-hari seperti biasa. Toh orang lain kalau ngeliat sumbing pun bawaannya pengin ngatain orang itu kan. Saya menerimanya saja," ujar Fandina.
Pemulihan dan operasi bibir dan lelangit sumbing sangat didukung keluarga, terutama sang ibu. Di mata Fandina, ibunya sangat memerhatikan dirinya.
"Mama itu orangnya paling getol (rajin). Apalagi selalu nanya soal operasi, 'Kapan operasi lagi?' Padahal, saya baru saja dioperasi. Mama pengin saya cepat selesai operasinya," ucapnya sambil tersenyum.