Liputan6.com, Jakarta Mayoritas daerah di Provinsi Jawa Barat dianggap tidak memberikan layanan medis untuk gangguan kejiwaan. Berdasarkan data dari Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, hanya dua daerah yang memberikan layanan medis gangguan kejiwaan, yaitu Garut dan Tasikmalaya.
Kedua daerah tersebut dianggap berani memberikan layanan medis gangguan kejiwaan di setiap puskesmas, dan menyediakan obat yang diminum dan obat jenis suntik bagi pengidap.
Baca Juga
Menurut anggota Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia, Tedy Hidayat, sementara di Kota Bandung sendiri sampai saat ini belum ada layanan medis di setiap puskemas, seperti yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2014.
Advertisement
"Harusnya wajib bukan cuman bisa. Kenapa? Karena menganggap tidak ada apoteker jadi tidak berani menyediakan (obat gangguan jiwa). Jadi karena tidak ada, tidak berani melayani gitu," ujar Tedy Hidayat di Bandung, Rabu, 2 Agustus 2017.
Teddy Hidayat mengatakan, jika disebutkan bahwa warga yang menjadi penduduk ibu kota Jawa Barat itu memiliki tingkat kebahagiaan yang tinggi, karena indikatornya dari penerimaan upah serta memiliki pekerjaan dan tempat tinggal yang layak. Namun, indeks kebahagiaan tersebut belum bisa menjamin sehat secara kejiwaan.
"Jumlah keseluruhan penduduk di Jawa Barat yang terganggu jiwanya versi Kementerian Kesehatan tahun 2013, yaitu 72.000. Sedangkan jumlah yang harus dirawat mencapai 7200. Tapi, diperkirakan jumlah sebenarnya mencapai dua kali lipat angka tersebut," lanjut Tedy.
Tedy menjelaskan, pentingnya layanan medis gangguan kejiwaan ini di setiap daerah, yaitu untuk menekan banyaknya warga yang terpapar gangguan kejiwaan parah di jalanan atau psikotik. Selain itu, layanan medis berguna untuk meningkatkan kesehatan jiwa yang ideal bagi seluruh penduduk.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia menyatakan, agar layanan medis gangguan kejiwaan dapat diperoleh seluruh penduduk, harus dibuat peraturan daerah mengenai hal itu. Meski dorongan peraturan daerah ini dianggap melangkahi peraturan presiden yang masih dirancang, jika mengacu kepada Undang Undang Nomor 18 tahun 2014 tentang kesehatan jiwa, sudah wajib dilaksanakan.