Sukses

Benarkah Aspartame dan Minuman Manis Bikin Anak Diabetes?

Beredar pesan pendek yang mengatakan, seorang anak meninggal karena diabetes akibat aspartame dalam minuman kemasan.

Liputan6.com, Jakarta Hari ini, Selasa (8/8/2017), tim Health-Liputan6.com menerima sebuah pesan melalui Whatsapp. Dalam pesan itu diceritakan, seorang bocah kelas 5 SD meninggal dunia akibat diabetes mellitus yang dideritanya.

Anak kecil terkena diabetes mellitus alias DM tentu mengejutkan, karena biasanya penyakit yang akrab disebut sakit gula ini seringnya diderita oleh orang dewasa atau lansia.

Dalam pesan itu, yang sepertinya ditulis oleh mantan guru bocah tadi, anak didiknya ini dikabarkan menderita DM dari tahun 2015, dan meninggal dunia di tahun 2016. Dalam waktu satu tahun terakhir, bocah itu jadi sering sakit, dan berat badannya terus menurun.

Sang guru tadi mengatakan, anak itu menderita DM karena hobi minum minuman manis serta minuman berkarbonasi. Guru ini juga mengatakan, zat aspartame (yang menurutnya terkandung dalam minuman kemasan yang kerap dikonsumsi anak itu) adalah penyebab sang anak menderita DM, kemudian berujung pada gagal ginjal yang akhirnya merenggut nyawanya.

Namun, apakah benar aspartame bisa menyebabkan diabetes? Dan apakah mungkin seorang anak bisa menderita DM akibat sering minum minuman manis, jika tidak memiliki riwayat DM sebelumnya?

Berbicara dengan dr. Karin Wiradarma dari Klik Dokter, Health-Liputan6.com mencoba mencari tahu kebenaran tentang berita ini.

Menurut dr. Karin, sangat jarang anak-anak (walau sering mengonsumsi gula, minuman dengan pemanis buatan, atau karbohidrat) terkena DM di usia muda. "Memang mungkin, tapi itu nanti setelah mereka dewasa atau remaja," ujarnya.

Menurut dr. Karin, butuh waktu tahunan bagi tubuh untuk mengembangkan resistensi insulin yang bisa menyebabkan diabetes.

"Kalau anak itu tiba-tiba kena diabetes, padahal baru kelas 5 SD, biasanya dia memiliki penyakit diabetes tipe 1," lanjutnya.

"Diabetes tipe 1 terjadi karena tubuh kekurangan insulin, yang disebabkan oleh sistem kekebalan tubuh menyerang dan merusak sel-sel penghasil insulin di pankreas (merupakan salah satu jenis penyakit autoimun)," jelas dr Karin. 

2 dari 3 halaman

Sering tidak diketahui

Menurut dr. Karin, banyak anak yang tidak terdiagnosis memiliki diabetes tipe 1, sampai ketika akhirnya ada pemicu yang mengakibatkan diagnosis ini muncul ke permukaan.

"Hal ini bisa jadi karena anak terkena penyakit infeksi tertentu," ujarnya lagi.

Ketika terpicu, gula darah anak biasanya langsung melonjak sangat tinggi. "Bisa sampai 500," ujar dr. Karin.

Lonjakan gula ini bisa mengakibatkan anak mengalami hilang kesadaran, dehidrasi, dan bahkan sampai meninggal.

Anak dengan diabetes tipe 1 biasanya mengembangkan gejala yang bisa diwaspadai oleh orangtua. 

"Anak dengan diabetes tipe 1 itu biasanya berat badannya terus turun, banyak makan, banyak minum, dan sangat sering kencing," jelas dr. Karin. "Mungkin awalnya tubuh anak gemuk, tapi lama-lama jadi kurus tanpa sebab yang jelas."

3 dari 3 halaman

Aspartame tidak menyebabkan diabetes

Satu hal yang terang-terangan dibantah oleh dr. Karin dari pesan pendek tadi adalah, aspartame tidak menyebabkan diabetes melitus.

"Justru aspartame itu adalah alternatif pemanis untuk pasien DM," ujarnya.

Mengutip laman National Health Service (NHS) Inggris, aspartame adalah salah satu pemanis buatan yang paling banyak digunakan. Aspartame rendah kalori dan 200 kali lebih manis dari gula.

Aspartame biasanya digunakan dalam sereal, permen karet bebas gula, diet soda, dan permen. Kecil kemungkinan aspartame digunakan dalam minuman manis untuk anak-anak, karena biasanya jenis pemanis ini digunakan dalam makanan atau minuman yang diklaim bebas gula.

Mayo Clinic mengatakan, pemanis buatan seperti aspartame memang bisa menguntungkan bagi pasien diabetes, tapi bukan berarti Anda boleh mengonsumsinya sesuka hati, terutama anak-anak.

Bagaimanapun, penting bagi orangtua untuk selalu mencermati makanan dan minuman yang dikonsumsi anak. Untuk makanan berpemanis, akan lebih baik menggantinya dengan pemanis alami, seperti madu. Yang terpenting, tetap membatasi konsumsinya. * 

 

**Artikel ini telah direvisi atas permintaan dari Klik Dokter dan narasumber pada Rabu (20/11/2019).

 

Â