Liputan6.com, Jakarta Melanjutkan cerita dr. Kariadi dalam rangkaian Dokter Pejuang Kemerdekaan, maka untuk edisi ini tim Health-Liputan6.com akan mengangkat kisah seorang dokter pendiri Palang Merah Indonesia.
Palang Merah Indonesia (PMI) sudah menancapkan jejaknya sebelum Perang Dunia II. Pada 21 Oktober 1873, Pemerintah Belanda mendirikan palang merah di Indonesia dengan nama Het Nederland-Indische Rode Kruis (NIRK). kemudian berubah menjadi Nederlands Rode Kruis Afdeling Indie (NERKAI). Â
Advertisement
Baca Juga
Dari buku Mengenal PMI dan BaSarnas, Dua Garda Terdepan Menghadapi Bencana, yang ditulis Haris Munandar, semangat untuk mendirikan PMI mulai membara sekitar awal 1932. Semangat pembentukan PMI ini berasal dari dr RCL Senduk dan dr Bahder Johan.
Walaupun pembentukan PMI didukung para pelajar Indonesia, rencana tersebut berkali-kali gagal disetujui Pemerintah Belanda. Pun serupa saat pendudukan Jepang. Rencana pembentukan PMI tersebut ditolak Pemerintah Jepang.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945, momentum pembentukan PMI makin terasa. Sosok Boentaran Martoatmodjo menjadi kunci dari didirikannya PMI. Pada 3 September 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan perintah pembentukan PMI.
Boentaran ditunjuk untuk mengemban tugas tersebut. Penunjukkan Boentaran pun bukan tanpa sebab. Ia adalah Menteri Kesehatan Pertama RI Kabinet Presidensial. Sebagai persiapan diresmikan PMI, Boentaran membentuk panitia, yang terdiri atas dr R Mochtar (Ketua), dr Bahder Djohan, dan anggota (dr Djuhana, dr Marzuki, dan dr Sitanala).
PMI pun diresmikan pada 17 September 1945, yang diketuai Mohammad Hatta, yang waktu itu menjabat sebagai Wakil Presiden RI.
Karier sebagai dokter
Karier sebagai dokter
Latar belakang kedokteran melekat pada diri Boentaran, pria kelahiran Purworejo, Jawa Tengah, 11 Januari 1896. Ia menyelesaikan pendidikan di STOVIA Jakarta selesai Mei 1819 lalu melanjutkan ke Universitan Leiden, Belanda. Gelar doktoralnya diperoleh di Belanda dan tercatat resmi sebagai dokter pada 1918.
Sepulangnya ke Indonesia, ia pernah bekerja di Rumah Sakit (CBZ) Jakarta pada 1931-1933 bagian penyakit dalam. Pengabdian di bidang kedokteran makin cemerlang, pada 1932-1938 ia bekerja di Jawatan Pemberantasan Lepra Semarang. Lalu ia menjadi dokter Karesidenan Banyumas pada 1938-1941.
Pada masa pendudukan Jepang, Boentaran menjadi pimpinan Jawa Izi Hokokai (Perkumpulan Dokter Indonesia). Pada tahun 1941-1945 Boentaran menjadi Direktur Rumah Sakit (CBZ) Semarang.
Berlanjut pada tahun 1945 menjadi Kepala Jawatan Kesehatan Pusat, Jakarta, dikutip dari laman Empat Pilar MPR.
Advertisement
Sempat ditahan
Sempat ditahan
Boentaran juga banyak terjun ke dunia politik.
Ia berjuang mengusir Belanda hingga Jepang. Ia tercatat sebagai anggota BPUPKI dan PPKI untuk mempersiapkan kemerdekaan Indonesia.
Presiden Soekarno kagum dengan kinerjanya, kemudian Boentaran diangkat menjadi Menteri Kesehatan Pertama RI pada 19 Agustus 1945-14 November 1945.
Dikutip dari Portal Resmi Provinsi DKI Jakarta, Boentaran sempat ditahan karena dituduh ikut merencanakan makar untuk menggulingkan Kabinet Sjahrir. Ia ditahan pada Juli 1946-30 Juli 1948.
Boentaran meninggal dunia di Jakarta, 3 Oktober 1972, menurut Kepustakaan Presiden RI.