Liputan6.com, Jakarta “Ayo, Bun! Kita ke terapi,” ajak Rayhan kepada sang ibu, Hera.
Ajakan anak laki-lakinya yang berusia 5 tahun itu membuat Hera senantiasa tergerak menemani buah hatinya ke klinik terapi anak AMG Clinic, Jakarta.
Baca Juga
Hera membawa anaknya ke klinik terapi sejak usia 3 tahun setelah diidentifikasi terlambat bicara di usia 2 tahun. Setelah mulai bisa bicara, Rayhan makin senang dan semangat untuk diterapi. Dia seperti menanti-nantikan sesi pembelajaran apa yang akan diberikan terapis kepadanya.
Advertisement
Sebelum anak-anak, seperti Rayhan misalnya, menjalani terapi, awalnya ada pemeriksaan pendahuluan. Menurut terapis AMG Clinic, Ririn Chaerul Jannah, pemeriksaan ini untuk mencari penyebab anak terlambat bicara.
Terapis akan mencari tahu mengapa sang anak tidak merespons. Atau, ditelisik mengapa sang anak memberikan respons yang lambat. Atau, kalau pun ada rangsangan yang didengar, tapi tidak sesuai cara meresponsnya. Misalnya, anak yang dipanggil menengok tapi tidak bicara sama sekali. Berdasarkan pemeriksaan ini barulah disarankan terapi apa yang tepat untuk anak.
Prosedur serupa juga diterapkan Terapi Wicara Klinik Liliput. Menurut terapis di Klinik Liliput, Rifa Yustiani, dalam pemeriksaan soal kondisi anak ini digali segala keluhan dan penyebab anak terlambat bicara. Terapi juga akan memberitahukan, apa yang menjadi penyebab sebenarnya anak mengalami keterlambatan bicara.
“Kami juga akan mengedukasi orangtua agar paham soal kondisi anak terlambat bicara. Ini lho Bu, anak Ibu dalam tahap motorik yang lambat dan ada gangguan motorik. Rangsangan motorik harus diberikan agar dia bisa bicara. Dilatih dulu saraf motoriknya,” kata dia.
Setelah pemeriksaan dilakukan, barulah ditentukan jenis terapi yang dianggap cocok. Biasanya anak akan menjalani terapi wicara yang didukung terapi lain, seperti terapi sensori integrasi (SI)—untuk melatih gerak sensorik, motorik, dan terapi perilaku.
Menurut Ririn, dari 52 pasien anak yang menjalani terapi di klinik terapi AMG Clinic, sekitar 50-60 persen anak mengikuti lebih dari dua jenis terapi. Ada anak yang ikut terapi SI dan terapi wicara. Dalam kasus tertentu, jika anak hanya mengalami terlambat bicara saja dan tidak ada masalah dengan fungsi motorik, maka ia cukup memerlukan terapi wicara saja. *
*Artikel ini merupakan bagian dari Kumpulan Hasil Liputan Peserta Health and Nutrition 2017, yang digelar Aliansi Jurnalis Independen Indonesia. Liputan investigasi dilakukan selama Mei 2017.
Saksikan juga video berikut ini: