Sukses

Khawatir Makanan Mengandung Babi? Tenang, BPOM Beri Label Khusus

Produk yang mengandung babi harus mencantumkan tanda khusus untuk menginformasikan bahwa produk tersebut secara khusus.

Liputan6.com, Jakarta Isu terkait peredaran produk obat dan makanan mengandung babi semakin menjadi-jadi. Tak jarang pemberitaan tersebut lebih dulu eksis di media sosial sehingga menimbulkan keresahan bagi masyarakat luas.

Sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) No. 03.1.23.06.10.5166 Tahun 2010 tentang Pencantuman Informasi Asal Bahan Tertentu, kandungan alkohol dan batas kedaluwarsa pada penandaan/label obat, obat tradisional, suplemen makanan dan pangan. Apabila produk obat, obat tradisional, suplemen makanan, dan pangan mengandung bahan tertentu yang berasal dari babi, maka harus mencantumkan tanda khusus untuk menginformasikan bahwa produk obat atau makanan mengandung babi, termasuk pada proses pembuatannya.

Untuk meredam isu tersebut, BPOM telah melakukan evaluasi keamanan, manfaat, serta mutu termasuk bahan-bahan dari obat dan makanan, sebelum produk diedarkan dan mendapat nomor izin edar BPOM.

BPOM juga menyediakan layanan E-numbers, yaitu kode yang digunakan untuk memudahkan identifikasi Bahan Tambahan Pangan (BTP) yang telah terbukti aman dan secara resmi disetujui untuk digunakan pada produk pangan olahan sesuai dengan standar yang berlaku di Uni Eropa.

2 dari 2 halaman

Penjelasan E-numbers yang perlu diketahui masyarakat

Ada sembilan golongan E-numbers, yaitu untuk pewarna, pengawet, antioksidan dan pengatur keasaman, antioksidan dan pengatur keasaman, pengental, penstabil dan emulsifier, pengatur keasaman dan anti kempal, penguat rasa, antibiotik, serta bahan tambahan kimia lainnya.

BTP ada yang dibuat dari bahan organik (nabati/hewani), ada pula dari bahan anorganik (hasil sintesa bahan kimia), oleh karena itu, status kehalalan suatu BTP yang dinyatakan dalam E-numbers tergantung dari asal bahan baku yang dipakai. Dengan demikian kode E-numbers tidak merujuk pada kehalalan BTP, tetapi menunjukkan BTP apa yang digunakan dalam produk pangan tersebut.

Lembaga yang mempunyai kewenangan untuk menyatakan suatu produk adalah halal atau haram adalah LPPOM Majelis Ulama Indonesia (MUI), suatu produk dapat mencantumkan logo halal pada kemasannya apabila telah mempunyai sertifikat halal dari LPPOM MUI.

Sebelum mengeluarkan sertifikat halal, LPPOM MUI akan mengaudit semua kandungan produk, termasuk BTP, dan proses pembuatannya.