Liputan6.com, Jakarta Sejak tahun 2012 lalu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah menetapkan setiap tanggal 11 Oktober sebagai Hari Anak Perempuan Internasional (International Day of Girl Child). Mengingat tidak ada hari untuk anak laki-laki, tentu muncul pertanyaan, kenapa harus ada hari khusus untuk merayakan anak perempuan?
Mengutip laman UN Women, Rabu (11/10/2017), ada 1,1 miliar anak perempuan di seluruh dunia. Anak-anak perempuan ini tentu berhak mendapatkan kesempatan sama untuk menggapai masa depan yang cerah, di manapun mereka berada. Sayangnya, kebanyakan anak perempuan kerap menghadapi diskriminasi, setiap harinya.
Baca Juga
Fakta, setiap 10 menit, seorang anak perempuan mati karena kekerasan. Di daerah konflik, kekerasan berbasis gender kerap meningkat. Hal ini membuat anak perempuan rentan mengalami kekerasan fisik dan seksual, pernikahan dini, eksploitasi, dan perdagangan manusia.
Advertisement
Anak-anak perempuan di daerah konflik juga menjadi orang pertama yang akan berhenti sekolah. Sembilan puluh persen dari mereka berkemungkinan besar putus sekolah, dibandingkan anak-anak perempuan di daerah bebas konflik. Hal ini tentunya membahayakan masa depan mereka untuk bisa memiliki kebebasan finansial sendiri.
Dengan adanya Hari Anak Perempuan Internasional ini, diharapkan bisa membangun kesadaran dan menarik fokus perhatian pada masalah-masalah yang mereka hadapi. Di Indonesia sendiri, angka perkawinan anak masih besar. Apalagi mengingat, batas usia perkawinan anak perempuan masih sangat muda, yaitu 16 tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2015, perkawinan anak di Indonesia ada 23 persen. Satu dari lima perempuan Indonesia pernah melakukan perkawinan anak, yaitu saat mereka masih di bawah 18 tahun.
Perkawinan anak merenggut banyak hak anak perempuan, terutama hak mereka untuk mendapatkan pendidikan yang layak.
Saksikan juga video menarik berikut ini: