Sukses

27 Tahun, Ning Layani Anak-anak Istimewa dengan Kasih Sayang

Ning, salah satu contoh sosok yang mau bekerja puluhan tahun melayani anak-anak istimewa seperti tunagrahita, down syndrome, dan autisme.

Liputan6.com, Jakarta Setiap orang memiliki pilihan hidup masing-masing. Termasuk Kristina Suningsih (42), wanita yang mantap mendedikasikan hidupnya bekerja melayani anak-anak istimewa seperti tunagrahita, down syndrome, autisme, ADHD.

Secara matematis sudah 27 tahun Ning, begitu panggilan akrabnya, terjun di dunia anak-anak berkebutuhan khusus. Selepas Sekolah Menengah Pertama, Ning memilih masuk ke Sekolah Menengah Pekerja Sosial (SMPS) Bhakti Luhur Malang Jawa Timur.

Selama sekolah dia menjalani pendidikan tiga tahun teori dan satu tahun praktek di panti asuhan anak-anak berkebutuhan khusus. Ya, sejak usia remaja Ning sudah akrab dengan anak-anak down syndrome, tunagrahita, dan autisme.

Selepas SMPS kemudian mengambil sekolah fisioterapis. Sesudahnya Ning pun memulai berkarya sebagai terapis anak berkebutuhan khusus di Malang kemudian pindah ke Jakarta. Hingga akhirnya dia bertugas di sebuah yayasan yang fokus pada anak-anak tunagrahita yakni Yayasan Tri Asih yang terletak di Jalan Budi Swadaya Jakarta Barat.

Bagi Ning, ada kesenangan tersendiri ketika mampu membantu anak-anak yang tadinya tidak bisa berjalan atau tidak bisa mandiri kemudian setelah diberikan terapi jadi mampu.

"Pas datang anak itu enggak bisa jalan, tapi sesudah latihan kemudian bisa jalan. Betapa senangnya bisa membantu orang yang tadinya tidak bisa jalan jadi bisa jalan. Bisa bantu anak yang pipis, bisa bantu anak bersihkan darah menstruasi. Kalau bisa bantu itu senang sekali," ungkapnya saat berbincang dengan Health-Liputan6.com.

 

Saksikan juga video berikut ini: 

2 dari 3 halaman

Bentuk ucapan terima kasih ke Tuhan

Tak setiap orang mau berkercimpung mengurus anak-anak berkebutuhan khusus. Ning pun pernah merefleksikan alasannya mau puluhan tahun bekerja merawat anak-anak istimewa itu.

Hasil refleksinya mengatakan pekerjaan tersebut dilakukan sebagai bentuk terima kasihnya ke Tuhan.

"Saya bersyukur Tuhan memberikan saya normal. Kalau melihat anak-anak itu (tunagrahita berat dan sedang) untuk makan sendiri saja susah, untuk pipis sendiri saja tidak bisa," tuturnya pelan.

Tak jarang, Ning melihat kuasa Tuhan bekerja di sekitarnya. Misalnya saat panti tempatnya bekerja kekurangan beras, kemudia meminta bantuan donatur kesana dan kemari. "Puji Tuhan, berkat Tuhan selalu ada saja. Mengalir terus di saat kami kesusahan," cerita Ning.

3 dari 3 halaman

Antara keluarga dan panti

Di 2015, Ning diminta sebagai pimpinan Panti Rawat Betlehem dari Yayasan Tri Asih yang di dalamnya tinggal anak-anak tunagrahita sedang dan berat. Awalnya dia ragu, apa mungkin dirinya sanggup menerima tugas sebagai pimpinan panti. Terlebih Ning sudah berkeluarga.

"Saat mau dipindahkan, saya mau nangis. Kalau dulu saya terapis, kalau pulang kerja ya sudah, kalau jadi pimpinan panti kan 24 jam, apa saya bisa?," kenangnya.

Ning menceritakan kegalauannya ke Ketua Dewan Pembina Yayasan Tri Asih Widhiharsanto. Kegalauannya berhasil ditenangkan. Widhi mengatakan bahwa menjadi pimpinan panti adalah tugas dari Tuhan.

"Setelah menjalani wah ternyata saya senang banget. Malah kalau sedang cuti atau pulang kampung sering kangen dan kepikiran anak-anak panti. 'Semoga gak ada apa-apa di panti'," tuturnya semangat.

Rasa sayangnya kepada anak-anak panti pun mirip dengan anak-anaknya sendiri. Kalau ada anak panti yang jatuh saja, Ning bisa merasa bersalah teramat sangat. "Ya karena ini bukan cuma titipan orangtua ke kami, ini titipan Tuhan," tuturnya.