Liputan6.com, Jakarta Boleh dibilang, Farida Ningsih adalah sosok ibu super. Sejak menikah dengan suaminya, Cheriatna, pada awal tahun 1999, wanita kelahiran 15 Desember 1975 ini telah 13 kali melahirkan. Ketika ditanya, apakah ia ingin setop punya anak, jawaban wanita berhijab sungguh mengejutkan.
"Sepanjang 18 tahun menikah, saya merasakan bahwa setiap hari saya sedang hamil. Punya banyak anak itu menyenangkan dan itu merupakan salah satu strategi saya dalam menjaga keharmonisan rumah tangga," tutur Farida saat berbincang santai dengan Health-Liputan6.com di ruang kerjanya, di bilangan Tendean, Jakarta Selatan.
Baca Juga
Tentu ada alasan khusus mengapa pasutri muda ini senang dikaruniai banyak anak. Buat sebagian orang, punya banyak anak itu terasa merepotkan. Di awal pernikahannya dengan pemilik usaha travel Cheria Halal Wisata ini, Farida pernah merasa cemas kalau kelak ia memiliki banyak anak.
Advertisement
"Ya, di awal pernikahan, saya sempat punya perasaan itu. Kalau nanti punya banyak anak, gimana ya cara mengurusnya? Apalagi saat itu saya lagi senang-senangnya bisnis dan menimba ilmu. Saya mengambil tiga jurusan kuliah yang berbeda. Pagi saya kuliah untuk jurusan Sastra Indonesia, siang saya lanjut kuliah di Sastra Jepang, malamnya saya masih harus kuliah jurusan Sastra Arab. Kebayang kan kalau di tengah kesibukan tersebut, masih harus membagi waktu untuk mengurus anak," ujar Farida.
Â
Simak juga video menarik berikut:
Â
Â
Â
Terus merasa bersalah dengan kepergian anak pertama
Setahun pernikahan berjalan, Farida pun mengandung calon anak pertamanya. Namun, ia tak sadar kalau ia sedang berbadan dua, sampai suatu ketika ia sakit tifus (tipes).
"Mungkin karena saya terlalu sibuk di kampus, sampai lupa kalau usia kehamilan memasuki 6 bulan. Saat itu saya juga melayani jasa pembuatan skripsi. Saking capeknya, saya kena tifus. Begitu diperiksa, dokter mengatakan bahwa saya sedang hamil dan usia kehamilan sudah memasuki bulan keenam. Otomatis saya harus bed rest dan juga diberi suntikan penguat janin. Namun, dokter menyatakan bahwa janin saya semakin lemah. Saya sempat melihat anak pertama saya lahir. Dia tidak nangis dan usianya enggak panjang. Tak sampai hitungan 1 jam, bayinya meninggal," ratap Farida.
Padahal, ia telah memberi nama bagus kepada bayi laki-lakinya, yaitu Abdul Rohman. Farida dan Cheriatna merasa sangat kehilangan. Setelah kejadian itu, ia merasa dihantui kesalahan karena enggak bisa menjaga amanah. Hikmahnya, Farida jadi lebih hati-hati dalam menjaga kehamilan berikutnya. Beruntung, Tuhan segera memberi penggantinya, yaitu seorang bayi perempuan cantik yang lahir pada tanggal 10 Agustus 2000. Pasutri ini memberi nama anaknya, Farhah Chefa Qonita.
"Begitu hamil Kak Chefa, saya menjaga betul kesehatan bayi dari awal sampai persalinan. Sampai detik ini, saya selalu memposisikan diri setiap harinya sebagai wanita hamil. Saya sangat menjaga makan, suplemen, termasuk tak boleh sembarangan konsumsi obat," ujar Farida yang dinikahi Cheriatna tanpa melalui proses pacaran.
Â
Â
Advertisement
Alasan anak-anak Farida-Cheriatna tidak sekolah
Kehadiran Chefa, membuat keseharian pasutri ini lebih berwarna. Saking getolnya ingin terus memiliki anak, tak terasa sekarang Fariada-Cheriatna telah memiliki 10 anak. Berikut daftar nama lengkap ke-9 adik Chefa.
1. Rabitha Chefa Karima, 22 Mei 2003
2. Refah Shofi Salima, 14 Agustus 2005
3. Zaka Fathie Cheriatna, 29 April 2007
4. Radja Kholis Cheriatna, 9 April 2009
5. Ridho Hasan Cheriatna, 23 November 2010
6. Muthiah Chefa Jamila, 30 Agustus 2012
7. Ibrahim Sholeh Cheriatna, 5 Desember 2013
8. Fatimah Laila Cheriatna, 18 September 2015
9. Maryam Qurrota A'yun Cheriatna, 14 Agustus 2017
Kalau dilihat dari waktu lahir, jarak masing-masing anak rata-rata terpaut 2 tahun, bahkan ada yang beda jaraknya hanya setahun. Itu belum termasuk dua calon buah hati Farida yang meninggal karena keguguran.
"Kalau ditotal, saya telah 13 kali hamil. Sepuluh orang lahir melalui persalinan normal, 1 orang meninggal pas lahir, dan dua orang tak sempat keluar karena saya alami keguguran. Saya lupa, itu persisnya kapan. Yang pasti keguguran pertama, saat usia kandungan dua bulan. Keguguran yang satunya, saat usia kehamilan tiga bulan," ucap Farida terbata.
Pernikahan Farida dan Cheriatna bisa jadi contoh inspiratif. Menikah tidak melulu harus lewat pacaran bertahun-tahun. Bahkan Farida blak-blakan mengakui bahwa ia tak mengenal Cheriatna sebelumnya, sampai akhirnya ia dilamar. Setelah menikah dan dikaruniai banyak anak, tugas mereka selanjutnya adalah mengurus tumbuh kembang anak saat mereka balita dan menyiapkan dana yang tidak sedikit untuk biaya sekolah.
Omong-omong soal sekolah, Farida mengakui sengaja tidak menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan formal. Ia dan Cheriatna memilih memberikan pendidikan nonformal seperti kelompok belajar dan pendidikan anak usia dini (PAUD) bagi anak-anaknya yang masih balita. Tentu ada alasan yang logis bagi pasutri ini.
"Saya belajar dari pengalaman. Saya kenyang dengan segudang kegiatan akademik. Saya kuliah dengan tiga gelar S1 yang berbeda. Saya juga pernah menjadi asisten dosen. Bahkan saya pernah mendapat beasiswa S2 jurusan Manajemen Bisnis di sebuah universitas negeri di Solo. Namun, suami menyarankan agar saya bisa fokus mengurus anak-anak dan membantu bisnis keluarga," jelas Farida.
Â
Dekatkan anak dengan passion sejak usia 12
Namun, ia merasakan apa yang dulu dipelajarinya di kampus, tidak relevan dengan bisnis biro travel yang digelutinya.
"Justru waktu saya banyak terbuang ketika saya belajar tinggi-tinggi. Saya ingin anak-anak saya dididik sesuai kebutuhan dan keahlian. Kalau bisa malah, anak segera diarahkan mau ke mana setelah 12 tahun. Saya mengarahkan anak-anak saya untuk belajar bisnis dan kelak bisa membuka lapangan kerja untuk orang banyak," paparnya tersenyum.
Ada benarnya juga apa yang dikatakan Farida. Banyak sarjana yang lulus dengan nilai tinggi dan bekerja tidak berbanding lurus dengan ilmu yang ia pelajari di kampus. Belum lagi, tingginya jumlah lulusan S1 bahkan S2 yang menganggur. Sehingga ketika ada pekerjaan apa pun diambil, karena terdesak kebutuhan.
"Sebenarnya, anak itu bisa menjadi ahli setelah ia lulus SMP. Caranya, orangtua jeli menangkap apa passion si anak dan membantu anak untuk fokus pada apa yang ia sukai. Bukan melulu karena orientasinya mendapat ijazah. Di dunia kerja, tidak semua sukses dinilai dari intelijensi. Saya melihat orang yang tidak sekolah atau datang dari desa sekali pun, akan bisa menjadi orang sukses, selama ia punya semangat terus untuk belajar," jelas Farida.
Advertisement