Liputan6.com, Jakarta Berbicara bullying, ada dua aspek di dalamnya, yakni pelaku dan korban. Data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) memiliki data yang terlapor ada 131 pelaku bullying dari total 253 kasus yang terjadi dari 2011-2016.
Penyebab anak menjadi pelaku bullying ada beberapa hal. Paling tidak ada tiga faktor yang membuat anak jadi tukang bully, seperti disampaikan psikolog EduPscyho Research Institute, Yasinta Indrianti. Ketiga faktor tersebut adalah:
Baca Juga
1. Karakter
Advertisement
Ada anak yang memiliki karakter berkuasa. Dia ingin selalu menjadi nomor satu, terhebat, terkuat.
"Memang ada yang karakternya seperti itu, jadi yang lain (dianggap) di bawahnya dia," papar Yasinta dalam acara Yupi Let's Speak Up!.
Â
Saksikan juga video menarik ini
Keluarga otoriter
2. Keluarga
"Orangtua dari pola asuhnya bisa menyuburkan perilaku bullying. Bisa dari keluarga yang otoriter atau permisif," papar Yasinta di Jakarta, ditulis Jumat, (3/11/2017).
Bila dia berada dalam keluarga permisif, bapak atau ibunya akan membiarkan apa pun boleh dilakukan oleh sang anak. "Berarti kalau di luar saya bebas dong mau ngapa-ngapain termasuk bullying", kira-kira begitu dalam pikiran anak itu.
Sementara bila anak yang diasuh dalam keluarga otoriter, dia akan cenderung ditekan oleh keluarga. Begini tidak boleh, begitu dilarang.
"Ketika di rumah anak jadi enggak bisa mengekspresikan diri. Dia akan cenderung ditekan. 'Berarti kalau di luar saya boleh dong nekan orang? Kan saya di rumah dikasih contohnya begitu'," jelas Yasinta.
3. Lingkungan
Anak menjadi tukang bully, bisa saja karena menganggap tindakan menyakiti atau menggencet orang lain itu hal biasa. Bisa juga dalam lingkungan tersebut ada pandangan kalau orang yang melakukan bullying itu hebat.
"Ya lama-lama yang akan terbentuk anak seperti itu (tukang bully) sih," tandasnya.
Advertisement