Sukses

Ini yang Terjadi pada Otak Ketika Berbohong

Saat Anda berbohong, pada saat itu juga tubuh melepaskan kortisol, hormon stereoid, pada otak.

Liputan6.com, Jakarta Tak sedikit orang yang melakukan kebohongan dalam kehidupan sehari-hari. Entah itu berupa bohong yang tidak disengaja, atau berupa kebohongan yang akan dirasa berakibat baik bagi semua orang. Yang tidak diketahui dari kebohongan yang dilakukan dengan alasan apa pun ialah berbohong ternyata berpengaruh pada otak Anda.

Menurut Arthur Markman, PhD yang dilansir dari laman Lifehack, Sabtu (4/11/2017), saat Anda berbohong, pada saat itu juga tubuh melepaskan kortisol, hormon steroid, pada otak. Hal ini akan menyebabkan otak seseorang pada beberapa saat kemudian akan bekerja keras mengingat mana yang kebohongan dan mana yang kebenaran.

Proses dalam memutuskan kedua hal tersebut bisa berlangsung selama 10 menit, dan akan membuat seseorang marah karena bingung menentukan mana yang benar dan tidak.

Kemarahan akan berlanjut pada kegelisahan seseorang tentang kebohongan yang dilakukan dan juga ketakutan bila ketahuan berbohong. Saat itulah seseorang mulai mencoba berbuat baik pada orang lain untuk menutupi kebohongannya, atau justru menyalahkan orang lain karena kebohongan yang orang tersebut lakukan.

Bila kebohongan berlanjut, lama kelamaan seseorang akan mulai percaya akan kebohongan yang ia buat sendiri, atau terus merasa bersalah dan akhirnya membuat seseorang susah tidur. 

 

Saksikan juga video berikut ini: 

 

2 dari 2 halaman

Memicu tekanan darah

Semua perasaan negatif ini memicu tekanan darah, sakit kepala, dan sakit pada punggung, sampai berkurangnya jumlah sel darah putih seseorang. Banyak orang akhirnya menjadi gelisah dan depresi, dan tidak jarang yang mengalami masalah pencernaan, mual, dan keram.

Sebuah penelitian di Notre Dama pada 110 partisipan menunjukkan bahwa partisipan yang sedikit berbohong akan 54 persen terhindar dari stres dan kegelisahan serta 56 persen terhindar dari isu kesehatan, seperti sakit kepala dan pencernaan daripada partisipan yang terus berbohong dengan persentase yang lebih minim.

Menghindar untuk berbohong tentu sulit dilakukan bila sudah menjadi kebiasaan. Seseorang harus meyakinkan dirinya bahwa ia ingin lebih jujur pada masa yang akan datang. Berpikir ulang sebelum menjawab setiap pertanyaan yang diajukan adalah cara lain sebelum akhirnya kebiasaan berbohong merenggut kesehatan.