Liputan6.com, Jakarta Kahiyang Ayu tidak lama lagi sah menjadi Nyonya Bobby Nasution. Pernikahan putri semata wayang Presiden Joko Widodo ini digelar di Graha Saba Buana, Solo pada Rabu, 8 November 2017.
Baca Juga
Advertisement
Kahiyang adalah anak nomor dua Jokowi yang nyaris tidak pernah muncul di hadapan publik. Berita soal gadis berkacamata ini bisa dihitung dengan jari. Tidak seperti Gibran Rakabuming Raka (kakak) dan Kaesang Pangarep (adik), yang lumayan sering jadi bahan pemberitaan.
Gibran dengan sejumlah usaha yang dia rintis, sedangkan Kaesang menjelma jadi seorang content creator YouTube.
Â
Kahiyang Ayu Ikut Tes CPNS
Kahiyang memang pernah "menggemparkan" publik Indonesia kira-kira tiga tahun lalu. Kahiyang Ayu ikut seleksi CPNS (calon pegawai negeri sipil).
Sebagai anak orang nomor satu di Indonesia, perempuan ini bisa saja merengek agar sang ayah memerintahkan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Yuddy Chrisnandi membuka satu jalur khusus untuk dirinya.
Namun, apa yang terjadi? Perempuan yang sering dipanggil Mbak Ayang ini justru ikut mengantre seperti peserta tes CPNS lainnya.
"Tidak ada perlakukan khusus. Semua sesuai protap. Saat tes juga tidak didampingi Paspampres," kata Sekretaris Pelaksana Tes CPNS Pemkot Solo, Lancer Naibaho.
Bahkan, saat hasil tes keluar dan mengetahui dirinya tidak lulus, Kahiyang Ayu tidak mencak-mencak. Dia justru menerima keputusan itu. Konon, Yuddy Chrisnandi sempat ingin meloloskan putri Jokowi itu dengan cara memindahkan lokasi peruntukan PNS. Namun, Presiden melarang Yuddy melakukan itu.
Â
Advertisement
Keteladanan dari Sosok Kahiyang Ayu
Hal-hal seperti ini yang kemudian membuat anak-anak Presiden Jokowi terlihat lebih istimewa. Di saat banyak oknum yang memperdagangkan kekuasaan, Kahiyang Ayu yang merupakan alumni Fakultas Ilmu dan Teknologi Pangan, Universitas Sebelas Maret (UNS), Solo, Jawa Tengah, memilih mendalami makna dari Revolusi Mental yang didengungkan sang Ayah.
"Saya kira, kita harus bergerak ke arah masyarakat seperti itu. Masalah Kahiyang ini adalah sebuah contoh yang sangat bagus," kata Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia, Hamdi Muluk, saat dihubungi Health Liputan6.com pada Senin, 6 November 2017.
Buang jauh-jauh kebiasaan di Orde Baru. Menurut Hamdi, orang-orang pada zaman Orde Baru yang ingin mendapat jabatan penting, harus mendekat penguasa, dan tidak ada proses-proses pengisian jabatan publik. Dari yang paling rendah seperti menjadi CPNS saja, sudah kongkalikong. Pakai uang, mendekat dengan kekuasaan, dan tidak ada proses meritokrasi.
Meritokrasi, ucap Hamdi, merujuk kepada bentuk sistem politik yang berazaskan keadilan (fairness) dan kesamaan peluang. Semua orang punya peluang yang sama. Setiap orang punya posisi yang sama di hadapan hukum, mendapatkan keadilan, kesejahteraan, dan juga kesempatan kerja.
Semestinya dunia kerja mementingkan hal paling mendasar ini. Para atasan harus mendahulukukan orang-orang yang memang bekerja lebih keras untuk mendapatkan posisi bagus dengan lebih cepat.
"Itu mengapa banyak orang frustrasi. Dia yang lebih berprestasi, tapi yang diangkat jadi direktur siapa. Lagi-lagi, kekuatan uang berbicara," kata Hamdi.
"Masalah yang pernah dihadapi Kahiyang Ayu adalah pelajaran soal meritokrasi. Bagaimana kita menegakkan sebuah tata cara kehidupan berbangsa dan bernegara. Kita harus menjunjung tinggi prinsip meritokrasi itu," kata Hamdi melanjutkan.
Â
Seharusnya Mencontoh Kahiyang Ayu
Dalam konteks ini, keteladanan kecil yang diperlihatkan Kahiyang Ayu bisa menjadi sesuatu yang besar. Kita seharusnya malu masih membiarkan pintu KKN terbuka lebar. Bangsa ini akan terjerembab menuju jurang kehancuran jika budaya buruk itu tidak dikikis.
Nepotisme maupun "budaya mentang-mentang" itu tak boleh lagi ada. Kembalikan integritas, kembali ke jalur yang benar, yaitu sebuah kejujuran, tanggung jawab, dan kerja keras.
"Negeri ini bisa maju kalau kita mulai meniru apa yang dilakukan Kahiyang Ayu dan anak-anak Presiden Jokowi yang lain. Jangan pula jadi terbalik. Yang korupsi disembah-sembah, orang yang kerja keras malah tidak dinaikkan pangkatnya," kata Hamdi menekankan.
Advertisement