Sukses

Ada Konten Porno di Whatsapp, Ortu Jangan Cuma Lempar Kesalahan

Adanya konten porno di aplikasi Whatsapp membuat publik resah dan melemparkan kesalahan pada aplikasi ini.

 

Liputan6.com, Jakarta Menanggapi adanya konten porno yang bisa diakses melalui aplikasi Whatsapp, Ivan Sudjana, M. Psi, seorang psikolog klinis dan staf pengajar Bidang Studi Psikologi Perkembangan Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, mengatakan, tanggung jawab seputar konten porno ini bukan hanya beban pemerintah atau penyedia layanan saja, melainkan juga orangtua.

Menurut Ivan, pertama-tama orangtua harus tahu, Whatsapp itu memiliki aturan penggunaan, yang seringkali diabaikan oleh pengguna.

 

"Kalau orangtua concern dengan anaknya yang berusia di bawah 13 tahun, orangtuanya yang bertanggung jawab untuk memantau penggunaannya," ujar psikolog yang juga mengajar di Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia ini.

Menurut Ivan, untuk orangtua yang anaknya sudah berusia di atas 13 tahun, dan orangtua masih khawatir, mem-block Whatsapp bukan solusi yang bijak. "Membatasi fitur dapat dijadikan suatu alternatif, namun saya kira hal itu dapat dibicarakan baik-baik," jelasnya melalui aplikasi Whatsapp pada Health-Liputan6, Selasa (7/11/2017).

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

 

2 dari 2 halaman

Tanggung jawab ada pada orangtua

Ivan juga menjelaskan, tanggung jawab terbesar terhadap anak seputar akses pornografi tetap saja ada pada orangtua. "Orangtua dan anaknya perlu membangun komunikasi yang lebih terbuka, serta memberikan sex-education yang sesuai dengan usia anak. Agak kurang pas rasanya kalau Whatsapp yang diharuskan menghapus fitur-fitur atau konten-konten dewasa semacam itu," jelasnya lagi.

"Nah, kayaknya orangtua sering rikuh nih membahas batasan ini secara gamblang. Ya kalau anaknya enggak paham dengan baik, enggak bisa anaknya, lingkungannya, atau Whatsapp dong yang disalahin," tegasnya.

Beberapa reaksi warganet di media sosial memang menunjukkan kekesalan mereka pada aplikasi berkirim pesan ini:

 

Sedangkan menurut Ivan, daripada orangtua melarang anaknya pakai Whatsapp, atau complain ke pemerintah "lebih baik energinya dipakai untuk menjelaskan ke anaknya apa concern mereka, dan menyepakati apa batas-batas final (yang realistis) yang mereka tuntut tidak dilanggar oleh anaknya."

Pria berkacamata ini juga menjelaskan, kalau PR besar orangtua zaman sekarang adalah memberikan batasan yang masuk akal seputar penggunaan teknologi anak-anaknya dengan membangun komunikasi dua arah.

"Akan bermunculan berbagai apps dan teknologi lain yang tidak mungkin kita bendung," jelasnya. Perkembangan teknologi ini bisa jadi tidak akan terkejar oleh orangtua, karena itu, hal terbaik yang bisa dilakukan orangtua untuk melindungi anak-anak mereka dari kemajuan teknologi dan akses pada pornografi adalah membangun komunikasi.

"Membina komunikasi dalam keluarga agar saling dukung dan percaya memang tidak mudah, namun saya pikir masih lebih efisien untuk dipertimbangkan sebagai alternatif terbaik dalam menyikapi permasalahan ini," tutupnya.

Sementara itu, pemerintah melalui Kemkominfo langsung mengambil tindakan dan melayangkan surat pada Whatsapp begitu mendengar adanya konten porno pada aplikasi berkirim pesan ini.

Beberapa situs penyedia GIF juga langsung diblokir, karena pihak Whatsapp mengaku tidak bisa memantaunya.

“Di Indonesia, WhatsApp memungkinkan orang mencari GIF dengan menggunakan layanan pihak ketiga. Kami tidak bisa memonitor GIF di WhatsApp karena konten enkripsi end-to-end," ujar juru bicara WhatsApp kepada Tekno-Liputan6.com.

Sejauh ini, sudah ada enam situs web GIF untuk Whatsapp yang diblokir pemerintah.