Sukses

Ananda Sukarlan: Media Sosial Menurunkan Toleransi

Menanggapi isu toleransi yang menurutnya kini menurun, Ananda Sukarlan mengatakan hal ini juga adalah efek dari media sosial.

Liputan6.com, Jakarta Untuk memperingati Hari Toleransi Internasional, Health-Liputan6.com berbincang tentang isu toleransi dengan Ananda Sukarlan. Sosoknya kita tengah banyak diperbincangkan sehubungan dengan toleransi.

Baca Juga: Ananda Sukarlan: Saya Itu Toleran Banget

Pianis ini blak-blakan mengatakan, toleransi di Indonesia mengalami penurunan. "Toleransi di Indonesia merosot sejak pilkada," ujarnya saat ditemui di Fatmawati, Kamis (16/11/2017).

Namun, Ananda Sukarlan juga mengatakan, isu toleransi memang jadi masalah yang terjadi hampir di seluruh dunia.

"Donald Trump itu sama banget. Orang itu harus putih, harus dari agamanya, imigran harus keluar. Persis sama kayak di sini," ujarnya tentang kondisi di Negeri Paman Sam sana.

"Di Spanyol juga sama, Brexit juga sebenarnya sama. Memang lagi ada tendensi itu di seluruh dunia," ujar pria yang membagi waktunya antara Indonesia dan Spanyol, tempat istri dan anaknya tinggal.

Menurutnya, menurunnya toleransi ini juga adalah efek dari media sosial. "Sesuatu yang hateful itu akan memicu conversation, memicu chat, yang ada di social media," ujarnya.

Ananda Sukarlan menjelaskan, banyak orang yang menuliskan sesuatu di media sosial, tapi kenyataannya berbeda dengan keadaan mereka sebenarnya. "Ada orang yang di social media ngomong, 'Gue bunuh lo!' itu aslinya penakut banget," ujarnya lagi.

Memang, aksi walk-out-nya saat Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan, di acara SMA-nya dulu, Kanisius, membuatnya mendapat hujatan dan kecaman di media sosial.

Walau begitu, pria 49 tahun ini mengaku tidak ambil pusing. "Karena saya tahu, itu banyak akun-akun bayaran. Saya berbicara dengan beberapa ahli, dan mereka menyampaikan hal yang sama," jelasnya.

"Ya itu pekerjaan mereka, jadi biarkan saja. Sama seperti pekerjaan saya bermain piano, jadi enggak usah diambil hati," lanjutnya lagi dengan santai. "Tapi jangan dihapus, ya, karena kan nanti bisa jadi bukti untuk dilaporkan ke pihak berwajib."

Pria pendiri Yayasan Sastra Musik ini juga mengatakan, di Spanyol terjadi hal yang sama. "Dulu kita (imigran) itu dirangkul, sekarang dengan sosial media, orang-orang jadi lebih individualis. Tapi juga bisa karena efek gadget, ya."

Saksikan juga video menarik berikut ini:

 

2 dari 2 halaman

Perlu Usaha Jangka Panjang

Menanggapi isu menurunnya toleransi ini, Ananda Sukarlan mengatakan, perlu langkah jangka panjang untuk menyelesaikannya.

"Tapi ya, jangan panjang itu kayak naik gunung, dimulai dengan langkah pertama," Ananda menjelaskan.

Ananda menegaskan pentingnya dari pendidikan dari kecil, agar anak diajarkan pentingnya toleransi. "Anak kecil tuh enggak bisa dicekokin, Enggak bisa diajarin untuk enggak usah ngehormatin orang lain (yang berbeda). Atau mengajarkan kalau kasar terhadap mereka (yang berbeda itu enggak apa-apa," tegasnya.

Sebagai seorang musikus, Ananda mengatakan bahwa musik bisa digunakan sebagai cara memupuk toleransi. "Musik itu bisa memicu kepekaan, musik dan seni, ya," lanjutnya lagi.

Menurut pria yang lulus dengan gelar summa cum laude dari Royal Conservatory of Den Haag di Belanda ini, musik bisa membuat seseorang lebih empati. "Musik bisa kita mikir, 'Benar nggak ya, kita enggak boleh main sama teman yang kita suka tapi beda agama atau suku?'"

Walau dia juga menegaskan, bukan jaminan semua musikus itu pasti jadi toleran, tapi biasanya pendidikan musik dan seni memicu sensitivitas. Hal ini bisa memicu toleransi karena memicu rasa empati. "Makanya penting banget untuk memberi pendidikan seni dan musik pada anak," pungkasnya.