Liputan6.com, Jakarta Pandangan mengenai pasangan suami istri (pasutri) yang sulit memiliki anak seringkali mengatakan bahwa penyebabnya adalah mandul yang dialami oleh wanita. Padahal tak hanya wanita, pria pun bisa mengalami mandul.
Mengutip laman Independent, Kamis (23/11/2017), diperkirakan bahwa infertilitas mempengaruhi satu dari enam pasutri, menjadikannya masalah umum bagi usia subur. Pada 40 persen pasangan yang tidak bisa hamil, masalahnya terletak pada pria. Tapi meski begitu, kesuburan tetap menjadi sesuatu yang dipandang sebagai masalah wanita. Sementara ketidaksuburan pria jarang dibicarakan.
Baca Juga
Ternyata, fokus membicarakan kondisi mandul pada wanita seringkali membuat pria merasa minder. Bahkan, mereka tidak berani membicarakan ketidaksuburan yang mereka alami dan dampaknya pada kehidupan mereka. Selain itu, sebuah penelitian mengungkapkan ketidaksuburan bisa menjadi pengalaman yang sangat sulit dan penuh tekanan bagi pria untuk dilewati. Banyak pria menemukan diagnosis ketidaksuburan dan pengobatan yang sangat traumatis. Akibat hal ini banyak pria melaporkan perasaan sedih dan putus asa.
Advertisement
Studi terbaru telah menggali lebih dalam hal ini dari pengalaman pria mandul. Hasilnya, banyak pria sangat terpengaruh oleh ketidaksuburan dan beberapa orang mengakui hal itu sebagai pengalaman paling sulit dalam hidup mereka.
Â
Saksikan video menarik berikut :
Â
Pengakuan pria mandul
Sebuah penelitian yang bekerja sama dengan jaringan kesuburan Inggris melakukan survei mengenai pengalaman pria yang mengalami kemandulan. Meskipun ketidaksuburan masih dipandang sebagai topik tabu untuk pria, namun sebagian besar responden mengatakan bahwa hal itu telah mempengaruhi kesejahteraan psikologis mereka, seperti kecemasan, depresi dan kesehatan yang berkaitan dengan stres.
Dengan cara ini, ketidakmampuan untuk menghamili pasangan seringkali membuat putus asa. Mereka mengaku membutuhkan banyak energi untuk mengatasi perasaan kehilangan tersebut. Seorang pria menjelaskan bagaimana hal itu memengaruhi hidupnya.
"Ada dalam DNA kita untuk membuat bayi. Itulah tujuan seseorang menikah, membuat bayi. Itu membuat saya merasa tidak berharga karena saya tidak memiliki anak," kata seorang pria.
Banyak responden merasakan dampaknya dalam istilah gender, yang mungkin diharapkan mengingat adanya hubungan tradisional antara maskulinitas, kesuburan dan menjadi ayah. "Pada saat mengetahui bahwa saya mungkin tidak pernah menjadi ayah seorang anak, itu membuat saya merasa saya bukan pria sejati," kata pria lainnya.
Tantangan semacam itu terhadap identitas laki-laki yang terkait dengan maskulinitas bisa menjadi sulit. Hal ini sering membuat pria merasa terisolasi saat berhadapan dengan masalah kesuburan.
Â
Â
Advertisement