Liputan6.com, Jakarta Sosok pria berkemeja putih membukakan pintu sebuah rumah di kawasan Cikini, Jakarta Pusat akhir pekan itu. Jabat tangannya membuat hangat sore yang dingin usai hujan turun kala itu. Dialah Bernardus Prasodjo.
Nama Bernardus Prasodjo bisa jadi asing di telinga masyarakat. Namun, bila bicara lukisan di kaleng Khong Guan, Anda, tahu kan? Bernardus adalah pelukis kaleng biskuit yang tak pernah absen menghiasi meja sajian di setiap hari raya itu.
Baca Juga
Advertisement
Sesudah dipersilakan duduk, perbincangan pertama tak bisa lepas dari kaleng Khong Guan. Karya Bernardus yang legendaris membuat semua orang yang bertemu ingin selalu membicarakan lukisan tentang ibu dan dua anak yang sedang makan biskuit itu.
Bicara tentang dunia lukis melukis yang melambungkan namanya, pria kelahiran Solo 25 Januari 1948 ini rupanya sudah lama tidak memegang cat dan kuas.
"Sudah enggak. Sudah ada lima tahun lebih enggak melukis. Waktu itu mau mulai lagi, eh cat sudah mulai kering walaupun sudah dikemas dengan baik, ah ya sudahlah," kata Bernardus kepada Liputan6.com ditulis Senin (27/11/2017).
Sekitar 20-an tahun terakhir, hari-harinya disibukkan dengan mengajar penyembuhan prana. Ditambah juga menjabat sebagai Ketua Grand Master Choa Kok Sui (GMCKS) Prana Indonesia membuatnya makin sibuk.
"Jadi memang enggak sempat melukis, keluar kota terus, kan yang diurus seluruh Indonesia. Kalau lagi enggak keluar kota ya mengurus surat-surat. Itu sudah cukup menguras waktu," kata Bernardus Prasodjo sembari tersenyum.
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut:
Belajar penyembuhan prana di 1990-an
Saat masih muda, Bernardus mengaku sudah memiliki ketertarikan dengan penyembuhan berbasis energi. Lalu di suatu hari dia membaca sebuah buku tentang penyembuhan prana oleh Grand Master Choa Kok Sui (GMCKS).
"Awalnya tahu prana ini dari baca buku. Kok buku ini gampang sekali dipelajari dibandingkan yang lain. Lalu bisa membantu banyak orang juga. Terus bertanya ke penerbit kalau ingin belajar lebih dalam dengan penulisnya. Rupanya yang bertanya seperti saya banyak, kemudian penerbit mengundang penulis yang adalah Master Choa," katanya.
Saat itu, tepatnya di 1994, GMCKS datang mengajar. Dengan tekun, Bernardus mempelajari penyembuhan prana ala GMCKS mulai dari tingkat dasar hingga lanjut. Bahkan, dia sempat belajar juga sampai ke Negeri Singa untuk meningkatkan kemampuannya.
Bernardus pun jatuh hati dengan penyembuhan prana ala GMCKS ini. Dalam ajarannya, Maser Choa mengajarkan berbuat baik supaya sehat dan hidup makmur. Dengan berbuat baik juga membantu mempercepat penyaluran energi.
"Prana GMCKS ini adalah penyembuhan energi yang bersifat ilmiah, tidak ada klenik, mistik, takhayul atau ritual-ritual. Bahkan jurus-jurus juga tidak ada. Jadi mudah sekali memang," kata kakek delapan cucu ini.
Lewat penyembuhan prana ini dia belajar untuk menyerap energi yang berlimpah di muka bumi seperti dari udara, bumi, dan matahari. Lalu, ditekankan juga berdoa kepada Tuhan supaya membantu misi dalam menyembuhkan berbasis energi.
"Jadi di dalam prana, ditekankan bahwa yang menyembuhkan bukan kita, tetapi kita ini hanya saluran yang dipakai Tuhan. Itulah sebabnya orang yang mengamalkan ilmu prana itu harus rendah hati," katanya lagi.
Advertisement
Fokus penyembuhan prana, usaha percetakan ditutup
Sebelum mendalami penyembuhan prana, Bernardus adalah pelukis yang juga pengusaha. Dia memiliki percetakan, usaha advertising, dan cuci-cetak foto. Namun, ketiga anaknya memilih jalur masing-masing.
Satu per satu usahanya ditutup. Ada juga usahanya yang dilanjutkan oleh saudara. Walau begitu, Bernardus merasa bahagia setelah berkecimpung di dunia penyembuhan prana.
"Kalau dulu stres, sekarang enggak. Punya banyak teman sekarang di prana. Misalnya saya pergi kemana, tinggal bilang nanti akan ada teman yang datang," katanya diiringi tawa lepas.
Â
Kali pertama praktikkan penyembuhan prana
Usai mendapatkan bekal dari Master Choa, Bernardus mencoba mengaplikasikan penyembuhan pada diri sendiri dan anak. Ketika berusaha menyembuhkan batuk salah satu anaknya, dia sempat tak berhasil.
"Saat itu saya baca lagi ajarannya, oh rupanya ada yang kurang. Sesungguhnya kalau ikuti benar petunjuk itu yang membuat kita bisa menyembuhkan," katanya.
Dari pengalaman itu juga dia tahu, penyembuhan prana tak bisa asal dilakukan. Selain perlu menjalani kehidupan yang penuh kebaikan, wajib meditasi.
"Kalau enggak meditasi, enggak manjur. Meditasi itu membuat energi menjadi 'halus' dan mudah 'dicerna' oleh pasien. Jadi mudah sembuh," katanya.
Kisah kesuksesan penyembuhan prana pun pernah dilakukannya. Beberapa penyakit yang secara medis tidak bisa sembuh, dengan penyembuhan prana berhasil.
"Gagal ginjal, kencing manis, itu kan secara medis tidak bisa sembuh. Hanya ditahan agar tidak bertambah parah. Tapi dengan prana bisa disembuhkan. Ada teknik namanya regenerasi," tutur pria berkacamata ini.
"Sembuh itu artinya yang dulu cuci darah seminggu dua kali, akhirnya setelah dengan prana tidak perlu lagi," tambah Bernardus.
Namun untuk bisa meraih kesembuhan tersebut butuh waktu. Bisa satu tahun atau dua tahun dengan penyembuhan prana.Â
Ketika mengobati penyakit parah bakal dibentuk tim penyembuhan prana. Bernardus akan menawarkan siapa saja penyembuh prana yang mau membantu.
"Ternyata kalau ditawarkan itu banyak sekali yang mau, walau tidak ada biayanya. Jadi ya dilakukan dengan tulus. Mengenai rezeki itu bisa datang dari tempat yang sama sekali tidak kita duga asalnya," katanya.
Advertisement
Prana bukan terapi alternatif
Bernardus tak sepakat bila menyebut penyembuhan prana sebagai terapi alternatif. Istilah yang tepat adalah terapi komplementer.
"Alternatif itu berarti menggantikan pengobatan medis, kalau kami ini pengobatan komplementer. Harus tetap ke dokter, ditambah dengan penyembuhan prana," tegas Bernardus.
Saat pasien sembuh pun juga lewat prosedur medis. "Untuk memastikan (sudah sembuh) kita minta pasien ke dokter," katanya lagi.
Â
Punya murid lebih dari 5000 orang
Beberapa waktu terakhir, Bernardus sudah tidak lagi memberikan penyembuhan prana. Kesibukannya berkeliling Indonesia membuatnya tak lagi bisa seintensif dahulu.
"Untuk penyembuhan sudah sangat jarang karena waktunya terbatas. Lebih baik menyebarkan. Kalau sehari menyembuhkan 10 pasien, bila mengajar ada 10 orang saja, berarti nanti bakal ada 100 orang yang ditangani. Jadi, lebih banyak orang yang dibantu bila mengajar," kata pemegang lisensi menyebarkan prana dari Master Choa ini.
Sekitar 20 tahun terakhir, paling tidak sudah ada sekitar 5.000 orang di berbagai propinsi di Indonesia yang sudah diajar ilmu prana oleh Bernardus. Dari jumlah itu, ada sekitar 2-3 persen yang menjadi penyembuh prana.
"Ya kebanyakan yang belajar itu ingin menyembuhkan diri sendiri atau keluarganya," kata vegetarian ini.Â
Dalam waktu dekat dia pun akan terbang mengajar prana di Indonesia bagian timur. Bahkan juga sedang dipersiapkan mengajar di Timor Leste.
Â
Advertisement