Liputan6.com, Jakarta Hari HIV/AIDS Sedunia yang selalu diperingati pada 1 Desember menjadi pengingat bagi semua orang untuk mencegah dan mendeteksi dini kondisi tersebut. Sebab, penyakit yang menyerang kekebalan tubuh ini seringkali tidak menunjukkan gejala selama berbulan-bulan.
Bahkan, terkadang pasien yang positif HIV/AIDS baru merasakan gejala penyakit setelah bertahun-tahun terkena penyakit tersebut.
Baca Juga
Seperti yang dialami Hages Budiman, Orang Dengan HIV-AIDS (ODHA). Hages menuturkan, dia baru mengalami gejala HIV/AIDS setelah beberapa tahun didiagnosis terkena penyakit tersebut.
Advertisement
"Saya kan didiagnosa HIV positif itu tahun 2006. Saat itu, saya enggak ngalamin gejala sama sekali. Justru beberapa tahun berikutnya saya baru ngerasain gejala yang enggak enak di badan," kata Hages saat ditemui Senin (27/11/2017) di kawasan Jakarta Pusat.
Hages menjelaskan, gejala yang dia alami antara lain kelelahan, rasa tidak enak badan serta gampang terkena penyakit, terutama diare.
"Saya baru ngerasain gejala itu tahun 2010. Yang saya rasain itu enggak enak badan, gampang kecapean dan sering mengalami diare," kata wanita yang kini tengah hamil tiga bulan ini.
Hages menjelaskan, dia pernah mengalami diare yang sangat parah. Jika umumnya orang normal buang air besar (BAB) sekali dalam sehari, saat itu Hages bisa BAB 10 hingga 20 kali dalam sehari.
Saksikan video menarik berikut :
Minum obat itu penting
Hages mengatakan, meski mengidap HIV sejak 2006, dia baru menjalani pengobatan dengan obat antiretroviral (ARV) pada 2010. Alasannya, saat itu tingkat sel kekebalan tubuh atau CD4 Hages belum berada di bawah 200.
"Waktu itu ketentuannya, kalau CD4 belum di bawah 200, belum boleh minum ARV. Ketentuan itu diubah pada 2010, di mana CD4 di bawah 500 sudah boleh minum ARV," kata dia.
Menurut dia, minum obat dan memiliki semangat itu sangatlah penting. Hal ini untuk menjaga kondisi tubuh agar tidak mengalami kondisi badan yang menurun drastis seperti dirinya.
"Kenapa ARV itu penting, maksudnya biar virusnya terkontrol. Kalau kayak saya 2006 hingga 2010 enggak minum obat, saya drop karena virusnya enggak ada yang kontrol," kata wanita berusia 35 tahun ini.
Lebih lanjut dia mengatakan, selain obat, semangat hudup juga dibutuhkan agar tidak stres dan sel kekebalan tubuh dapat dikontrol. "Selain minum obat, ODHA juga harus punya alasan bertahan hidup, karena kalau tidak punya alasan dia enggak akan survive," kata wanita yang menjadikan anak-anaknya sebagai penyemangat dalam hidup.
Advertisement