Liputan6.com, Jakarta Hingga November 2017, Kementerian Kesehatan RI mendapatkan laporan kasus difteri dari 95 kabupaten/kota dari 20 provinsi. Berdasarkan laporan lapangan ada beberapa penyebab meningkatnya difteri.
"Saya baru saja perjalanan darat dari Kalimantan Timur ke Kalimantan Tengah. Yang ditemukan adanya laporan difteri yang kriterianya belum diimunisasi sama sekali. Itu yang paling besar," kata Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes RI, Subuh, di Jakarta Pusat ditulis Selasa (5/12/2017).
Baca Juga
Faktor kedua, sudah mendapatkan imunisasi tapi tidak lengkap. Faktor ketiga, terjadi padahal sudah imunisasi lengkap. "Nah, inilah yang kita evaluasi. Apakah kualitasnya sudah benar, penyimpanan sudah benar, cara pemberian sudah benar. Ini harus dievaluasi," kata Subuh.
Advertisement
Difteri merupakan penyakit yang mudah menular. Padahal, penyakit yang gejalanya mirip ISPA ini bisa dicegah dengan imunisasi.
Subuh menerangkan imunisasi difteri termasuk imunisasi wajib yang sudah dilakukan sejak 30 tahun lalu. Seorang bayi berusia enam bulan harus sudah selesai imunisasi difteri. Lalu diulang saat SD.
Vaksin untuk imunisasi difteri ada 3 jenis, yaitu vaksin DPT-HB-Hib, vaksin DT, dan vaksin Td yang diberikan pada usia berbeda. Imunisasi difteri diberikan melalui Imunisasi Dasar pada bayi (di bawah 1 tahun) sebanyak 3 dosis vaksin DPT-HB-Hib dengan jarak 1 bulan.
Selanjutnya, diberikan Imunisasi Lanjutan (booster) pada anak umur 18 bulan sebanyak 1 dosis vaksin DPT-HB-Hib; pada anak sekolah tingkat dasar kelas-1 diberikan 1 dosis vaksin DT, lalu pada murid kelas-2 diberikan 1 dosis vaksin Td, kemudian pada murid kelas-5 diberikan 1 dosis vaksin Td.
Keberhasilan pencegahan difteri dengan imunisasi sangat ditentukan oleh cakupan imunisasi, yaitu minimal 95 persen.
Saksikan juga video menarik berikut:
Penyakit yang bisa serang semua usia
Subuh menjelaskan umumnya yang terkena difteri anak berusia 5-9 tahun. Namun, ada beberapa faktor yang bisa membuat orang dewasa pun bisa terkena penyakit yang gejalanya mirip sekali dengan ISPA ini.
"Mungkin daya tahan tubuhnya menurun. Atau ada tetangga yang kena, dia pun ikut kena," kata Subuh.
Selain itu, Subuh juga menyampaikan difteri bisa terjadi kapan saja. Tidak terpengaruh oleh musim kemarau maupun penghujan. Terbukti, sepanjang 2017 ada laporan kasus difteri dari Januari sampai November.
Advertisement