Liputan6.com, Jakarta Pemerintah Filipina berencana meminta ganti rugi Rp1,1 triliun kepada perusahaan pembuat vaksin demam berdarah dengue (DBD) Dengvaxia®, Sanofi Pasteur.
Langkah ini ditempuh setelah perusahaan yang berbasis di Prancis merilis penelitian terbaru, yang menyebut bahwa vaksin Dengvaxia® dapat memicu munculnya penyakit yang lebih parah pada individu yang belum pernah terinveksi virus dengue.
Menteri Kesehatan Francisco Duque III mengatakan, pemerintah juga akan meminta kompensasi untuk perawatan anak-anak yang jatuh sakit setelah divaksin Dengvaxia®.
Advertisement
Saat vaksin ini diluncurkan untuk pertama kali pada 2016, Sanofi Pasteur mengklaim vaksin tersebut aman untuk individu berumur sembilan tahun ke atas. Namun, belum lama ini, mereka justru mengeluarkan penelitian jangka panjang vaksin itu malah "merugikan".
Seperti dikutip dari situs ABC pada Jumat, 8 Desember 2017, hal itu yang membuat pemerintah Filipina langsung memberikan vaksin tersebut ke penduduk anak-anak di sana.
Tercatat, lebih dari 730.000 orang anak sekolah berumur sembilan tahun ke atas di tiga wilayah di Filipina, dengan tingkat demam berdarah yang tinggi, menerima setidaknya dosis pertama Dengvaxia®.
"Kami akan meminta pengembalian dana sebesar PHP (Philipine Peso) 3 miliar sebagai ganti rugi untuk melindungi dan membiayai rawat inap serta perawatan medis untuk anak yang menderita demam berdarah parah," kata Duque.
Duque sudah melaporkan masalah ini kepada Organisasi Kesehatan (WHO) dan masih menunggu rekomendasi para pakar.
Memang, sejauh ini belum ada korban meninggal karena pemberian vaksin Dengvaxia®. Akan tetapi, Duque menyatakan, ada sejumlah anak yang mengalami demam berdarah dengue setelah di-vaksin tapi sembuh.