Liputan6.com, Jakarta Kementerian Kesehatan Republik Indonesia menyimpan stok anti-difteri serum (ADS) sebanyak 1.000 dosis. Oleh karena itu, diharapkan rumah sakit jangan khawatir dengan kelangkaan ADS sebagai obat anti-difteri.
Baca Juga
Advertisement
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, Mohamad Subuh, mengimbau agar rumah sakit tetap melakukan SOP (prosedur operasi standar) penanganan kasus difteri dengan tetap melaporkan kasus-kasus yang mereka terima.
ADS adalah obat yang paling efektif, tapi juga produksinya masih langka. Pemberiannya pun tak boleh asal, harus dipastikan dulu bahwa pasien tersebut benar-benar positif difteri.
"ADS expired-nya hanya sebentar. Jadi ini benar-benar harus kita gunakan dengan efektif. Saya selalu berkomunikasi dengan profesi, dokter anak, dokter spesialis penyakit dalam bisa menegakkan diagnosis ini (difteri) secara tepat kerena obatnya terbatas sekali,” ujar Subuh dikutip dari situs Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, Sabtu, 9 Desember 2017.
Komunikasi dengan WHO untuk Mencari Obat Difteri
Di sisi lain, ucap Subuh, Kemenkes sudah berkomunikasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) di India dan Genewa untuk membantu mencari obat difteri.
"Saya sudah berkomunikasi dengan mereka dan mereka sudah merespons akan menyiapkan yang Indonesia perlukan," Subuh menambahkan.
Anti-difteri serum ini nantinya akan diberikan kepada pasien difteri dengan bentukan pseudomembran (lapisan putih) pada mukosa hidung, mulut, sampai tenggorokan.
Subuh menjelaskan, ADS lebih berperan menurunkan membran putih. Biasanya, dalam kurun waktu tiga sampai lima hari bisa turun.
Selain ADS, antibiotik perlu diberikan terutama bagi keluarga atau orang yang dekat dengan pasien difteri.
Advertisement