Liputan6.com, Jakarta Walaupun imunisasi ulang difteri, Outbreak Response Immunization (ORI), sudah mulai dilakukan sejak 11 Desember 2017, wabah difteri masih belum berakhir. Bahkan hingga saat ini, 38 anak Indonesia dinyatakan meninggal karena terserang difteri.
Tak hanya itu, laporan Kementerian Kesehatan menyebut, ada lebih dari 600 anak dirawat di rumah sakit karena terserang difteri di 120 kota/kabupaten. Ditemui dalam acara "Wajib ORI" di Kantor PB Ikatan Dokter Indonesia, Jakarta, Sekjen Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), Soedjatmiko, memaparkan soal penyebab difteri yang meluas.
Baca Juga
"Tiga perempat anak yang terkena difteri tidak diimunisasi difteri, DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), DT, atau Td. Imunisasi juga ada yang tidak lengkap atau pernah merasa imunisasi, tapi setelah dicek catatan imunisasinya ternyata belum pernah imunisasi difteri," jelas Soedjatmiko, Senin (18/12/2017).
Advertisement
Oleh karena itu, ORI sebagai upaya penanggulangan terhadap Kejadian Luar Biasa (KLB) difteri harus disukseskan. Anak berusia 1 sampai di bawah 19 tahun wajib ORI.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Â
Harus 8 kali imunisasi difteri
Pada kasus anak terserang difteri, beberapa orangtua mengklaim, anaknya sudah diimunisasi lengkap. Publik mempertanyakan, mengapa sudah imunisasi lengkap tapi terkena difteri.
"Ini karena dikira imunisasi difteri lengkap itu hanya 2-3 kali.... Yang dikatakan 'lengkap' itu harusnya 8 kali," tambah Soedjatmiko.
Pada usia dua tahun, anak sudah empat kali imunisasi DPT. Di usia lima tahun, anak sudah lima kali imunisasi DPT. Hingga anak di bawah usia 19 tahun sudah dapat imunisasi DPT+DT+Td dengan total delapan kali.
KLB difteri terjadi karena umumnya sampai usia sekolah, anak hanya mendapat imunisasi DPT sebanyak 3-4 kali.
Advertisement