Sukses

Menkes: Beberapa Sekolah Masih Tolak Vaksin Difteri pada Muridnya

Guna mengatasi KLB Difteri pada anak, Menteri Kesehatan RI akan gandeng Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.

Liputan6.com, Jakarta Difteri memang sedang menjadi permasalahan serius bagi Indonesia. Hal ini menyusul ditetapkannya beberapa wilayah di Indonesia dengan status KLB (Kejadian Luar Biasa) Difteri.

Menteri Kesehatan RI, Prof. Dr. dr. Nila F. Moeloek, SpM(K) melakukan kunjungan kerja ke PT. Bio Farma (Persero) di Bandung, Sabtu (13/1/2018) terkait dengan peninjauan lokasi pembuatan vaksin. Dalam kunjungannya tersebut, Menkes didampingi oleh Anggota Komisi IX DPR RI, Dede Yusuf. Kunjungan ini dilakukan guna meninjau secara langsung kesiapan salah satu BUMN tersebut dalam menyediakan pasokan vaksin, terutama vaksin difteri.

Saat melakukan diskusi dengan Plt. Direktur Utama PT. Bio Farma (Persero), Nila mengakui, dalam pelaksanaanya, terdapat kendala yang dihadapi terkait dengan pemberian vaksin.

"Beberapa sekolah masih menolak pemberian vaksin pada muridnya," tutur Nila saat ditemui Health-Liputan6.com, Sabtu (13/1/2018).

Menindaklanjuti hal tersebut, ia mengungkapkan, pihaknya akan menggandeng Menteri Pendidikan dan Kebudayaan guna mengatasi kendala dalam pemberian vaksin. Cara yang akan ditempuh yakni memberikan buku imunisasi pada anak-anak. Buku tersebut menjadi salah satu syarat untuk diterima di suatu sekolah.

"Tapi bukan berarti kalau belum imunisasi terus tidak boleh sekolah lho ya. Kami ingin anak-anak kita (anak Indonesia, red) sehat dan jadi anak pintar, bebas dari penyakit, terutama difteri," ujarnya.

 

Saksikan juga video berikut ini :

2 dari 2 halaman

Tren kasus difteri menurun

Pada saat yang sama, Menkes menjelaskan tren kasus KLB Difteri sudah menurun. Data menunjukkan bahwa dari 120 Kabupaten/Kota yang melapor, sejumlah 85 di antaranya sudah menyatakan tidak terjadi KLB Difteri. Ia juga mengungkapkan bahwa suatu daerah dinyatakan bebas dari KLB Difteri, jika sudah tidak ada kejadian dalam kurun waktu 2 minggu.

Meski demikian, Nila menuturkan program imunisasi 0-1-6 harus tetap dijalankan. Maksudnya, imunisasi pertama dan kedua dilakukan dalam jarak waktu satu bulan, dan jarak antara imunisasi kedua dan ketiga adalah enam bulan.

"Masyarakat perlu tahu ini, agar vaksin dapat bekerja dengan baik di dalam tubuh," jelas Nila.