Liputan6.com, Jakarta Seorang dokter menguak fakta soal jumlah penderita insomnia di Indonesia. Dari hasil temuannya, ada 10 persen penderita dari populasi penduduk Indonesia atau sekitar 28 juta orang.
"Insomnia bukanlah penyakit melainkan suatu gejala kelainan yang ada dalam tidur, kesulitan atau gangguan tidur. Insomnia terjadi karena masalah psikologis misalnya seperti kecemasan, depresi, dan stres yang berkepanjangan," kata dokter Welly, seperti dikutip dari AntaraNews di Jakarta, Selasa (16/1/2018).
Baca Juga
Selain faktor psikologis, Welly juga mengatakan insomnia terjadi karena gaya hidup buruk seperti pola tidur yang tidak teratur, sering mengonsumsi alkohol dan minuman yang berkafein.
Advertisement
Welly melanjutkan, insomnia ditandai dengan karakteristik berupa kesulitan memulai tidur, tidak mampu tidur terlelap, bangun terlalu pagi dan sering terbangun di malam hari, sehingga mengganggu kualitas dan kuantitas tidur itu sendiri.
"Setiap individu dapat mengalami dan menderita insomnia. Hal itu dapat berlangsung sementara atau dalam jangka panjang. Kalau yang sementara hanya berlangsung beberapa hari, sementara insomnia kronis ditandai dengan kesulitan tidur minimal tiga hari per minggu selama satu bulan atau lebih," kata Welly.
Â
Simak juga video menarik berikut :
Â
Â
Wanita lebih mudah terserang insomnia
Welly juga mengatakan wanita lebih dominan menderita insomnia dari pria, karena faktor hormonal, mudah depresi, cemas, karena wanita lebih memiliki rasa peka dibandingkan pria dan cenderung melakukan aktivitas hingga larut malam.
"Insomnia dapat digolongkan secara primer dan sekunder. Insomnia primer yakni tidak mampu tidur, bukan disebabkan oleh masalah kesehatan, sedangkan insomnia sekunder ditandai gangguan kesehatan, yang memengaruhi waktu tidur. Gangguan sekunder ini sering disebut juga insomnia komorbiditas," ujar Welly.
Insomnia yang berkepanjangan juga dapat membahayakan kesehatan. Bila sudah kronis dan tidak terkontrol akan timbul penyakit seperti gangguan pernapasan, hipo atau hipertensi, kanker dan stroke.
"Untuk itu, pengobatan pada insomnia kronis dapat dilakukan secara non-farmakologis dan farmakologis, dengan tujuan utama meningkatkan atau memperbaiki fase tidur," lanjut Welly.
Â
Â
Advertisement
Terapi non farmakologis
Kali ini ia merinci pengobatan insomnia secara non-farmakologis, apa saja?
1. Mengubah jam tidur menjadi teratur
Hal ini bisa dengan minum susu sebelum tidur dan menciptakan suasana kamar senyaman mungkin.
2. Berbaring di tempat tidur saat benar-benar mengantuk
Hindari berbagai aktivitas yang mengganggu jadwal tidur seperti nonton televisi dan memainkan telepon.
3. Terapi relaksasi
Caranya bisa dengan melakukan meditasi atau yoga.
4, Hipnosis
5. Konseling
Sedangkan terapi farmokologis pada insomnia kronis bisa diperoleh dengan obat bebas yang dapat dibeli tanpa resep dokter dan dengan resep dokter.Â
(Arnaz F Firman/AntaraNews)
Â