Liputan6.com, Jakarta Kanker paru merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan banyak kematian di dunia, termasuk di Indonesia. Menurut data di Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), sebesar 75 persen dari 668 kasus keganasan rongga toraks yang tercatat pada 2015, merupakan kasus kanker paru.
Kanker paru merupakan penyakit yang paling sering disebabkan oleh kebiasaan merokok. Semakin banyak rokok yang dihisap, semakin besar risiko terkena kanker paru. Parahnya, hal tersebut berlaku untuk perokok aktif maupun perokok pasif.
Baca Juga
Berdasarkan jenis selnya, kanker paru dibagi menjadi dua: kanker paru sel kecil (small-cell lung cancer/SCLC) dan kanker paru bukan sel kecil (non-small-cell lung cancer/NSCLC).
Advertisement
Kanker paru bukan sel kecil empat kali lebih sering terjadi dibandingkan dengan kanker paru-paru sel kecil. Ini karena kanker paru sel kecil biasanya hanya menimpa para perokok berat.
Klik Dokter/dr. Andika Widyatama
Mendeteksi Kanker Paru
Menurut Guru Besar Departemen Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi FKUI, Prof. Dr. Anwar Jusuf, Sp.P (K), deteksi dini kanker paru tergolong sulit karena organ paru tidak memiliki jaringan saraf.
Keadaan ini membuat penderita tidak merasakan sakit sama sekali, hingga kondisinya sudah parah.
Selama ini, ada dua metode yang umum digunakan untuk mendeteksi kanker paru. Bisa melalui pemeriksaan dahak dan foto rontgen. Akan tetapi, kedua metode tersebut tergolong sulit dan membutuhkan biaya yang mahal.
Namun, baru-baru ini, Doktor Biomedik dari FKUI, Dr. dr. Achmad Hudoyo, Sp.P(K), menciptakan inovasi untuk mendeteksi dini kanker paru dengan cara yang sederhana, yaitu menggunakan embusan napas.
Inovasi tersebut terinspirasi dari penelitian mengenai anjing pelacak yang dapat membedakan napas pasien penderita kanker paru dan yang tidak, dengan tingkat keakuratan mencapai 93 persen
“Itu menandakan bahwa terdapat zat tertentu yang hanya ada di napas para penderita kanker paru,” katanya.
Advertisement
Bagaimana Cara Kerjanya?
Pasien yang diduga mengalami kanker paru diminta untuk mengembuskan napasnya ke dalam sebuah balon karet. Kemudian, balon ini mengalami proses pendinginan, baik dengan dimasukkan ke dalam lemari es atau direndam dalam air es.
Selanjutnya, napas yang tersimpan di dalam balon karet yang didinginkan tersebut disemprotkan ke kertas saring khusus untuk menyimpan materi genetik DNA. Tahap berikutnya, kertas saring dikirim ke laboratorium biomolekular untuk melihat ada/tidaknya gen yang mengalami proses metilasi.
Perlu diketahui, metilasi merupakan salah satu mekanisme perubahan ekspresi gen tanpa adanya perubahan rangkaian DNA. Dengan demikian, mengetahui gen yang mengalami metilasi di paru, dapat dimanfaatkan untuk mendeteksi potensi terjadinya kanker paru. Cara ini memiliki tingkat keakuratan lebih dari 70%.
Penemuan Dr. dr. Achmad Hudoyo, Sp.P(K) merupakan suatu inovasi sekaligus solusi untuk deteksi dini kanker paru dengan cara yang mudah dan murah. Mudah-mudahan hal ini bisa mengurangi jumlah penderita kanker paru di Indonesia, dan membuka jalan untuk perkembangan ilmu kedokteran selanjutnya guna mewujudkan masyarakat yang sehat dan sejahtera.