Sukses

Terinfeksi HIV/AIDS, 98 Warga Palu Meninggal Dunia

Dinkes Palu mencatat, 98 warga Palu meninggal dunia akibat tertular virus HIV/AIDS.

Liputan6.com, Palu Sebanyak 98 warga Palu meninggal dunia akibat tertular virus HIV/AIDS. Hal ini terungkap berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Kota Palu, Sulawesi Tengah.

"Data ini dari 2002 hingga 2017, Kota Palu tercatat ada sekitar 622 orang mengidap penyakit HIV/AIDS, dan 98 orang dinyatakan telah meninggal dunia," ujar Kepala Dinas Kesehatan Kota Palu, Royke Abraham, Jumat (2/2/2018).

Dari data Dinkes Kota Palu itu, juga tercatat ada 1.114 kasus HIV, sementara AIDS sebanyak 662 kasus. Kasus paling tinggi ditemukan di Kota Palu yang didominasi pemuda berusia 19-35 tahun, dengan tren peningkatan terjadi pada ibu rumah tangga.

Royke mengungkapkan, akibat tingginya kasus dan angka kematian akibat penularan virus HIV/AIDS ini, Dinkes Palu melakukan upaya konkret melalui pemantapan kegiatan sosialisasi preventif, sistem diagnosis, sistem pengobatan dan rehabilitasi penderita, baik di lingkungan keluarga hingga masyarakat.

Melalui kegiatan tersebut, Dinas Kesehatan berharap tidak ada infeksi baru HIV, tidak ada yang terkait dengan HIV/AIDS serta tidak ada lagi diskriminasi terhadap penderita HIV/AIDS atau 3 zero.

"Pada prinsipnya kami melakukan program pengendalian dengan membina dan mengadakan pendampingan terhadap populasi kunci yang sangat berpotensi menjadi sumber penular HIV," tutur Royke. 

 

Saksikan juga video berikut ini: 

 

2 dari 2 halaman

Populasi kunci sumber potensi penularan HIV/AIDS

Royke menguraikan, populasi kunci yang berpotensi menjadi sumber penularan HIV di antaranya kelompok PSK, narapidana di Lapas, komunitas waria, komunitas lelaki suka lelaki atau gay, pekerja salon dan panti pijat, serta hotel dan club malam.

Mereka yang dianggap sebagai sumber penularan HIV ini, kata dia, diberi penyuluhan dan pendampingan oleh konselor berpengalaman agar mereka lebih terbuka dan lebih siap mengikuti program tes darah sukarela dan mengikuti program pengobatan serta rehabilitasi mental tanpa takut diskriminasi.

"Itulah yang kita lakukan dengan bekerja sama organisasi keagamaan seperti Nahdlatul Ulama, MUI, Sinode antar Gereja dll," katanya.

Sementara di luar populasi kunci, ia menjelaskan, tetap dilakukan penyuluhan untuk membentuk Pokja HIV di tempat kerja, perusahaan-perusahaan agar dapat mandiri dalam melakukan pencegahan dan penanganan terhadap bahaya terinfeksi virus HIV ini.

"Kita tetap mendorong agar ada solusi yang bijak terhadap rencana pemkot akan mengambil kebijakan terhadap keberadaan lokalisasi ilegal yang akrab disebut Tondo Kiri," katanya.

Royke mengatakan, penularan HIV/AIDS tidak pandang bulu, siapa melakoni pola hidup berisiko tinggi HIV/AIDS maka ia berpotensi menularkan virus tersebut kepada orang lain, baik kepada pasangannya bahkan hingga bayi yang tak berdosa. (Apriawan)