Liputan6.com, Jakarta Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Padjajaran (Unpad), Prof Dr Yetty Herdiyati Sumantadiredja drg, Sp.Ped (K), mengatakan karies gigi pada balita masih menjadi permasalahan dental tertinggi di Indonesia.Â
Angka prevalensi karies gigi pada balita di Indonesia berada pada angka 90,05 persen, dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) PBB juga menyebut, Indonesia memiliki prevalensi Early Childhood Caries (ECC) tertinggi pada anak usia tiga hingga lima tahun.
Baca Juga
Dalam siaran pers Humas Unpad, di Bandung, Jumat, Yetty memaparkan ECC atau karies gigi pada balita disebabkan empat faktor utama, yaitu gigi yang rentan, plak, substrat, dan waktu.Â
Advertisement
Jika dikaitkan, penyebab karies ini didasarkan adanya hubungan yang tidak seimbang antara daya tahan gigi dan faktor kariogenik, yaitu gigi yang kuat akan lebih tahan terhadap serangan karies dibandingkan gigi yang rentan.
Ia menuturkan, ECC ini awalnya ditandai adanya gambaran titik putih (white spot) pada gigi insisif sulung rahang atas sepanjang margin gingiva atau bagian tepi gusi yang menyelimuti gigi.Â
"Gambaran ini terlihat pada usia 1 tahun yang diikuti kerusakan insisif lateral gigi," kata dia, dikutip dari AntaraNews, Jumat (9/2/2018).
Â
Simak juga video menarik berikut :
Â
Akibat yang terjadi jika karies gigi diabaikan
Menurut Yetty, apabila gejala ini tidak diintervensi, menjelang usia dua tahun karies dalam berlanjut hingga merusak seluruh mahkota gigi insisif sentral rahang atas dan diikuti kerusakan pada molar satu rahang bawah.Â
"Jika masih tetap dibiarkan, pada usia tiga dan empat tahun, karies dapat berlanjut mengenai gigi molar kedua rahang bawah," paparnya.
Puncaknya, ketika di usia lima tahun, seluruh gigi sulung, kecuali kaninus sulung, seluruhnya telah terkena karies.
"Penyebab ECC dikarakteristikkan adanya kolonisasi awal Streptococcus mutans dalam rongga mulut. Ini merupakan bakteri komensal dalam rongga mulut dan berperan penting dalam pembentukan karies," kata Yetty.
Lebih lanjut ia menjelaskan, Streptococcus mutans memiliki 4 enzim glukosiltransferase (GTF), yaitu GTF A hingga GTF D. Dari empat enzim tersebut, enzim GTF B dan GTF C yang dapat menyebabkan terbentuk karies. Pengeluaran enzim GTF ini dikode oleh Gen gtf B dan gtf C yang mampu menghasilkan glukan tidak larut. Penanganan ECC tidak bisa hanya melibatkan anak dan dokter gigi saja. Peran orang tua, pengasuh, dan pemerintah juga penting dilibatkan dalam penanganan tersebut.Â
Â
Advertisement
Solusi untuk mencegah karies gigi
Menurut Yetty, pencegahan ECC mengutamakan pada promosi tingkah laku dalam merawat gigi, seperti menyikat gigi, keterjangkauan fluoride atau senyawa dalam pasta gigi yang berfungsi menyehatkan gigi, hingga kebiasaan pola makan sehat.
Dia mengatakan, orang tua perlu mendampingi anak dalam menyikat gigi. Penggunaan pasta gigi berfluoride minimal dua hari sekali dilakukan sesegera mungkin jika gigi sulung anak mengalami erupsi. Proses ini dilakukan untuk mengurangi terjadi ECC.
"Selain itu, pencegahan ECC juga dilakukan melalui pendekatan pola makan anak," imbuhnya.Â
Yetti menuturkan, kontrol terhadap makanan yang dapat menyebabkan karies perlu dilakukan dari usia 12 bulan dan terus dijaga selama masa anak-anak. Orangtua juga perlu melatih bayi untuk menghentikan kebiasaan minum susu dalam botol antara usia 12-16 bulan, dan mulai membiasakan minum dari gelas.
Seluruh penjelasan di atas disampaikan Guru Besar Bidang Ilmu Kesehatan Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Unpad Prof Dr Yetty Herdiyati Sumantadiredja, drg, Sp.Ped (K), saat menyampaikan orasi ilmiah dalam rangka pelantikan dan pengukuhannya sebagai guru besar oleh Rektor Unpad, Prof Tri Hanggono Achmad, di Grha Sanusi Hardjadinata Unpad, Kota Bandung, Selasa (8/2/2018).
Orasi ilmiah yang dibacakan Yetti berjudul "Peranan Gen gtf B/C yang Mengekspresikan Enzim Glukosiltransferase Streptococcus Mutans pada ECC untuk Menuju Anak Indonesia Sehat".
(Ajat Sudrajat/AntaraNews)
Â