Sukses

3 Mitos Makanan yang Perlu Dicermati

Beberapa mitos makanan yang perlu diketahui kebenarannya, apakah benar atau tidak.

Liputan6.com, Jakarta Anda mungkin ingin makan dengan tenang, tanpa harus terganggu dengan mitos-mitos makanan. Seperti misalnya, daging merah dapat menyebabkan kanker. Namun benarkah demikian?

Anda juga perlu hati-hati, kebanyakan mitos soal makanan dapat membuat selera makan menurun, bahkan Anda pun dilanda cemas. Dilansir dari Mens's Health, Senin (25/2/2018), ada beberapa mitos makanan yang perlu diperhatikan.

Mitos #1 Asupan protein tinggi berbahaya untuk ginjal

Pada tahun 1983, peneliti pertama kali menemukan, konsumsi lebih banyak protein meningkatkan filtrasi glomerulus (GFR), yang akan disaring ginjal. Efek tersebut membuat fungsi ginjal berada dalam tekanan yang lebih besar.

Hampir dua dekade lalu, peneliti Belanda menemukan, makanan kaya protein memang meningkatkan GFR, tapi tidak berdampak buruk pada fungsi ginjal.

Faktanya, tidak ada penelitian yang menunjukkan, jumlah protein cukup besar dapat merusak ginjal.

Simak video menarik berikut ini:

2 dari 3 halaman

Mitos 2

Kentang manis lebih baik daripada kentang putih

Kebanyakan orang Amerika memakan kentang putih yang sudah diolah. Misalnya, kentang goreng dan keripik kentang. Konsumsi makanan ini dikaitkan dengan obesitas dan peningkatan risiko diabetes.

Sementara itu, kentang manis, yang biasanya dimakan utuh, terkenal kaya nutrisi dan juga memiliki indeks glikemik lebih rendah daripada kentang putih.

Lantas apakah kentang putih dan kentang manis memiliki perbedaan nutrisi, yang satu kurang baik dibanding yang lain?

Kentang manis memiliki lebih banyak serat dan vitamin A. Kentang putih lebih tinggi mineral penting, seperti zat besi, magnesium, dan potassium.

Untuk indeks glikemik, kentang manis lebih rendah. Tapi kentang putih yang tidak dimakan tanpa keju atau mentega dapat menurunkan indeks glisemik. Artinya, dua jenis kentang itu baik, tapi tergantung bagaimana cara mengolahnya.

3 dari 3 halaman

Mitos 3

Daging merah menyebabkan kanker

Pada tahun 1986, peneliti Jepang menemukan, kanker berkembang pada tikus yang diberi makan "amina heterosiklik," senyawa yang dihasilkan dari memakan lebih banyak daging.

Sejak saat itu, beberapa studi menyarankan, adanya hubungan potensial antara daging dan kanker. Namun, faktanya tidak terbukti. Hal itu tidak menyebabkan kanker.

Pecinta daging yang khawatir dengan risiko daging panggang tidak perlu menghindari burger dan steak. Sebaliknya, hindari memakan bagian daging yang dibakar atau terlalu matang dibakar.