Liputan6.com, Jakarta Adanya potensi kriminalisasi isu kesusilaan yang diajukan dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP), dianggap membahayakan perempuan.
Pernyataan ini disampaikan Naila Rizqi Zakiah, wakil ketua Women's March Jakarta 2018, di Jakarta, Kamis (1/3).
Baca Juga
"Dalam waktu dekat, DPR akan membahas RKUHP yang zolimnya Naudzubillah," kata Naila.
Advertisement
Menurutnya, dalam bab perluasan tentang zina, ada pasal-pasal yang bisa mengkriminalisasi beberapa pihak. Termasuk mereka yang mendistribusikan pendidikan seks dan juga alat kontrasepsi.
"RKHUP ini tidak hanya persoalan kriminalisasi terhadap perempuan, masyarakat adat dan kepercayaan, pada korban janji kawin, korban kekerasan dalam pacaran ataupun terhadap anak," kata Naila.
Menurutnya, dengan adanya RKUHP ini, dapat meningkatkan tingkat kematian ibu dan bayi. Terutama pada mereka yang miskin dan menjadi korban perkosaan.
Tanpa RKUHP pun, Naila menganggap mereka yang miskin tidak mampu untuk melaporkan kasusnya.
"Mereka sudah miskin, tidak punya akses pada pendidikan reproduksi, tidak tahu caranya mengurus kehamilannya, menutupi kehamilannya karena malu, bagaimana dampak yang bisa terjadi pada mereka," kata Naila.
Sehingga, dia menambahkan bahwa ini bukan hanya dampak persoalan psikis namun juga persoalan keselamatannya.
Selain itu, dengan dibatasinya distribusi kontrasepsi oleh pihak-pihak yang berwenang, dapat menumbuhkan penyakit menular seksual seperti HIV/AIDS.
Saksikan juga video menarik berikut ini:
Â
Women's March Jakarta 2018
Women's March Jakarta 2018 sendiri bertujuan untuk menuntut hak perempuan dan kelompok orang-orang marginal lainnya.
Menurut Catatan Tahunan Komnas Perempuan sendiri, di tahun 2017 terdapat 260.000 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan.
173 perempuan dibunuh di Indonesia tahun 2017, dengan 95 persen pelakunya adalah laki-laki.
"Kami menuntut pemerintah terutama DPR untuk menghapus hukum dan kebijakan diskriminatif, yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok penghayat kepercayaan, kelompok difabel, kelompok dengan ragam orientasi seksual, identitas, dan ekspresif gender, dan karakteristik seks," kata Naila
Beberapa aturan yang mereka tuntut agar dihapuskan antara lain: ketentuan perkawinan anak dalam UU perkawinan, kriminalisasi dalam bab kesusilaan KHUP dan perda-perda diskriminatif lainnya.
Advertisement