Liputan6.com, Jakarta Jumlah pekerja migran perempuan yang meninggal di luar negeri mendapat perhatian dari kalangan aktivis perempuan.
Anis Hidayah dari Migrant CARE mengatakan, beberapa lembaga pemerintah memiliki data yang berbeda-beda soal buruh migran ini.
Baca Juga
"Kalau soal data, saya ingat Gus Dur, hanya Tuhan yang tahu berapa persisnya," kata Anis dalam konferensi pers Women's March Jakarta 2018 di Jakarta pada 1 Maret 2018, ditulis Jumat (2/3/2018).
Advertisement
Menurutnya, tiap instansi pemerintah memiliki data yang berbeda-beda.
"BNP (Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia atau BNP2TKI) punya data sendiri, Kemenlu punya data sendiri, KBRI (Kedutaan Besar Republik Indonesia) punya data sendiri, Kemenaker punya data sendiri. Tetapi kalau merefleksikan data tiap tahun, KBRI Malaysia saja melaporkan 1000 buruh migran yang meninggal," ungkap Anis.
Ini belum diakumulasikan dengan jumlah buruh migran di negara-negara lain yang mencapai sekitar 1500. Menurut Migran CARE sendiri, setiap harinya, 5 buruh migran meninggal dunia.
"Mayoritas yang tidak terungkap adalah sebab meninggalnya. Ada yang meninggal karena kecelakaan kerja, sakit, kekerasan fisik dan seksual, verbal. Tapi yang tidak terungkap karena apa, itu karena situasi kerja yang buruk," tambah Anis.
Hal itu banyak dialami oleh pekerja rumah tangga yang berada di luar negeri.
Menurut Anis, mayoritas dari mereka mengalami jam kerja hingga 21 jam.
"Migrasi itu menjadi semacam kuburan massal bagi banyak perempuan, selain risiko-risiko yang lain."
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Berharap pada Undang-Undang
Anis berharap, undang-undang turunan yang akan dibahas oleh pemerintah tidak lagi dirumuskan secara generik dan tanpa memperhitungkan kasus-kasus kematian buruh migran yang telah terjadi.
Menurut Anis, kekerasan dan pelecehan seksual tidak hanya terjadi saat bekerja. Beberapa kasus terjadi sebelum pemberangkatan dan juga pemeriksaan medis.
"Itu masif dialami, tapi tidak diawasi selama ini," kata Anis.
Menurutnya, negara saat ini masih melakukan pendekatan berupa imbalan. Hal ini terlihat dalam kasus yang dialami Tenaga Kerja Indonesia yang baru-baru ini meninggal, Adelina Lisao.
Advertisement