Liputan6.com, Jakarta Merayakan Hari Perempuan Sedunia atau Hari Perempuan Internasional hari ini, 8 Maret, ada isu lain yang layak dapat perhatian: kekerasan dan pelecehan seksual yang marak dialami perempuan usai terjadi bencana.
Saat bencana terjadi, biasanya situasi dan suasana menjadi kacau. Banyak orang terpisah dari keluarga atau kehilangan tempat tinggal mereka. Dan hal ini menjadi lebih buruk lagi bagi perempuan dan anak-anak.
Baca Juga
Dalam seminar dan lokakarya "Membangun Masyarakat Tangguh Bencana secara Inklusif dan Berkelanjutan", Giorgio Ferrario, Head of Country dari International Federation of Red Cross and Red Crescent Societies (IFRC) mengatakan, pasca bencana perempuan dan anak-anak lebih rentan mengalami pelecehan dan kekerasan seksual.
Advertisement
"Kami memperhatikan secara konsisten, ketika ada bencana, ada risiko paparan beberapa bentuk pelecehan dan penganiayaan terhadap perempuan, anak laki-laki, dan anak perempuan. dan pada beberapa kasus, pelecehan ini bersifat seksual," ujar Ferrario pada Health-Liputan6.com, ditulis Kamis (8/3/2018).
"Tanggung jawab utama kita semua tentunya adalah untuk memastikan, semua orang bisa memiliki kehidupan yang bermartabat bahkan setelah terjadi bencana," lanjut Ferarrio.
Ferrario mengatakan, pihak IFRC telah menyampaikan temuan ini kepada pihak yang berwenang di masing-masing negara. Dan khususnya untuk di ASEAN, komite penanggulangan bencana dan komite perempuan telah meminta IFRC untuk membuat studi analisis sehubungan dengan kasus pelecehan seksual pasca bencana ini.
Sejauh ini, pihak IFRC telah melakukan studi analisis terhadap empat negara ASEAN: Myanmar, Indonesia, Laos, dan Filipina.
"Namun tentu saja studi ini tidak dilakukan di seantero negeri, hanya di daerah yang terdampak bencana saja," jelas Ferrario lagi.
Saksikan juga video berikut:
Â
Pelecehan seksual masih marak
Hasil studi ini akan dipresentasikan bulan Juni 2018 nanti. Namun, sejauh ini, Ferrario mengatakan, mereka sudah menemukan dua faktor utama sehubungan dengan kasus pelecehan dan kekerasan seksual pasca bencana ini.
"Faktor yang pertama, pelecehan seksual masih tinggi, tidak hanya setelah bencana saja. Dan ini adalah masalah global yang terjadi hampir di semua tempat," jelas Ferarrio.
Pria Finlandia ini juga mengatakan, bahwa terkadang hal-hal yang sangat mendasar bisa membuat perubahan besar. Seperti, pemberdayaan dan pengawasan komunitas.
"Lakukan pemberdayaan perempuan. Dorong mereka untuk memiliki mekanisme dukungan (support mechanism) dan sistem deteksi dini untuk memonitor perilaku-perilaku yang tidak pantas atau etis," papar Ferrario.
Dia juga menambahkan, pascabencana, komunitas bisa didorong untuk menciptakan sistem yang akan memudahkan pelaporan atas perilaku-perilaku tidak pantas, melecehkan, tidak etis, atau tindak kekerasan dan pelecehan seksual apapun. Hal ini, jika dilakukan dengan benar dan cepat, bisa meminimalisir kekerasan dan pelecehan seksual yang terjadi pascabencana.
"Dan, sehubungan dengan Hari Perempuan Internasional, kita semua tidak boleh lupa, bahwa merupakan tanggung jawab kita semua, perempuan dan laki-laki, untuk menjadikan dunia ini tempat yang lebih baik, terutama bagi mereka yang sedang kesulitan dan kesusahan pascabencana," tutup Ferrario tentang Hari Perempuan Sedunia.
Advertisement