Sukses

Gadis Difabel Ini Bilang, Kotak Bahasa Isyarat di TV Terlalu Kecil

Annisa Rahmania dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia mengungkap, bahasa isyarat di Indonesia sudah mulai dipahami oleh sebagian besar masyarakat.

Liputan6.com, Jakarta Bahasa isyarat di Indonesia sudah mulai dipahami oleh sebagian besar masyarakat. Ini diungkapkan oleh Annisa Rahmania dari Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia, ditemui Health Liputan6.com di sela acara "Perempuan Disabilitas Mengubah Dunia" di Jakarta, Kamis (8/3)

Perempuan yang kerap disapa Nia ini menjelaskan lewat penerjemahnya Fafa, masyarakat sedikit demi sedikit mulai paham tentang bahasa isyarat.

Salah satu yang cukup diapresiasi Nia yakni adanya bahasa isyarat di berita televisi. Namun menurut Nia, waktunya masih kurang pas.

"Kadang terlalu siang atau terlalu sore, di waktu orang bekerja atau sekolah," kata Nia melalui penerjemahnya.

Selain itu, Nia juga mengatakan ukuran kotak bahasa isyaratnya juga terlalu kecil.

"Orang mungkin malas melihat kalau harus lihat dari dekat, mungkin harus dibesarkan dengan perbandingan 1 banding 6," kata Nia yang juga aktif di bagian kepemudaan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia itu soal bahasa isyarat.

 

Saksikan juga video berikut ini:

2 dari 2 halaman

Tak Ingin Disebut Tunarungu

Sebagai seorang tuli, Nia ingin agar orang-orang tuli bisa dilibatkan untuk sektor-sektor di kementerian.

"Kalau tidak ada tuli di kementerian, pasti akan menghambat kebijakan yang berpihak pada komunitas tuli," jelas Nia lewat bahasa isyarat.

Selain itu, Nia juga ingin masyarakat membuka hati terhadap orang-orang tuli.

"Kalau sudah buka hati, maka akan membuka mata, membuka pendengaran. Kalau tidak hanya akan cuek," jelas Nia.

Selain itu, Nia ingin agar mereka yang tuli tetap dipanggil tuli, bukan tunarungu.

Menurutnya tunarungu adalah sebuah istilah medis yang merendahkan. Namun, kata tuli bagi Nia adalah sebuah kebanggaan.

Â