Liputan6.com, Singapura Selama ini para dokter bergantung pada warfarin untuk mencegah stroke pada pasien ganguan irama jantung (atrial fibrillation/AF). Menurut konsultan senior National Health Centre Singapura, Profesor Tan Ru San, penggunaan warfarin seharusnya sudah diganti.
Penggunaan warfarin untuk mencegah stroke pada pasien AF sejak 1940. Warfarin merupakan antikoagulan oral pertama yang menerima persetujuan Food Drug Association (FDA) Amerika Serikat.Â
Baca Juga
Terapi antikoagulan berguna untuk mengencerkan darah atau mencegah pembekuan darah di dalam tubuh. Warfarin ini, kata San, merupakan obat antikoagulan golongan antagonis vitamin K (VKA), yang seharusnya sudah diganti.
Advertisement
"Menggunakan warfarin ini seringkali kurang optimal. Hanya menyulitkan pasien, juga dokter itu sendiri," kata San dalam acara Spotlight On Stroke di Carlton Hotel Singapura ditulis Rabu (13/3/2018).
San memaparkan pada saat pasien menggunakan warfarin, berarti butuh waktu lama untuk mengecek dan memonitor secara berkala. Pasien juga harus diet dan mengonsumsi obat secara hati-hati. "Risiko perdarahan pada otak juga masih tinggi," kata San.
Aneka faktor di atas menyebabkan penggunakan warfarin atau VKA untuk mencegah stroke pada pasien AF seringkali sangat rendah. Jika pun digunakan, dosisnya kurang memadai, sehingga pasien menjadi tidak terlindungi.
Untungnya kini para dokter, kata San, bisa bernapas sedikit lega. Pengganti warfarin sudah ditemukan, yaitu obat antikoagulan non-vitamin K antagonis (NOACs), seperti Rivaroxaban, yang bisa membantu mencegah stroke pada pasien AF.
Â
Â
Â
Pengganti warfarin
Rivaroxaban dan warfarin sama-sama bermanfaat mencegah stroke. Namun, proses pemberian Rivaroxaban dinilai lebih mudah daripada Warfarin. Yang paling penting penggunaan Rivaroxaban memperkecil risiko perdarahan intrakranial atau perdarahan di kepala.
Berdasarkan sebuah studi GARFIELD-AF (The Global Anticoagulant Registry in the FIELD), NOAC sangat direkomendasikan sebagai terapi penanganan pertama mencegah pasien AF terkena stroke. Secara khasiat, keamanan, dan kenyamanan pun obat NOAC lebih disukai.
Sebanyak 57.262 pasien dari lebih 1.000 pusat lembaga kesehatan di 35 negara di dunia dilibatkan untuk membuat studi ini. Negara-negara itu antara lain Amerika, Eropa, Afrika, dan Asia Pasifik. Selama lima tahun, hasil studi pun didapat:
- Pasien yang menerima pengobatan antikoagulan untuk pencegahan stroke meningkat dari 57 persen menjadi 71 persen pasien.
-Â Peralihan pilihan pengobatan ke obat antikoagulan. Ini terjadi disebabkan oleh peningkatan konsumsi obat NOAC dengan atau tanpa antiplatelet yang diresepkan dari 4,1persen menjadi 37 persen.
- Sedangkan penggunaan obat VKA dan antiplatelet (baik yang dikombinasi gabungan atau sendiri) menurun dari 83,4 persen menjadi 50,6 persen.
Advertisement