Â
Liputan6.com, Jakarta Hidup dengan tunarungu bukan jadi halangan bagi Rachmita Maun Harahap. Perempuan yang disapa Mitha ini, tanpa kenal menyerah menempuh pendidikan hingga jenjang ke tingkat tinggi.  Saat ini, Mitha sedang menempuh Program Doktor Ilmu Seni Rupa dan Desain di Institut Teknologi Bandung.
Baca Juga
Selama berkuliah, dia tidak merasa ada kesulitan yang dia hadapi. "Saya kadang-kadang pakai penerjemah bahasa isyarat atau speech recognition via smartphone," ungkap ketika dihubungi Health Liputan6.com, ditulis Kamis (15/3/2018).
Advertisement
Sebelum mengambil S3-nya, Mitha mengambil pendidikan S1 nya di Universitas Mercu Buana, Jakarta. Jurusan yang ditempuhnya adalah arsitektur.
Mita mengakui, jurusan ini adalah hobinya dan tidak menyulitkannya saat kuliah.
"Memilih arsitek dan desain interior karena hobi mendesain gambar. Bahkan tidak banyak komunikasi dalam perkuliahan. Selain itu setelah lulus juga gampang cari kerja," kata Mita yang juga seorang dosen ini.
Mita lulus di tahun 1995 dengan cumlaude. Dia mendapat beasiswa untuk melanjutkan studi S2-nya di jurusan desain interior Institut Teknologi Bandung. Tahun 2000, dia menjadi mahasiswa yang lulus tercepat saat itu.
Dari enam 6 bersaudara, hanya dua dari mereka yang normal. Empat lainnya tunarungu. Dia termotivasi untuk belajar karena dorongan keluarga dan dosen-dosen pembimbingnya.
"Motivasi belajar supaya bisa mendobrak dominasi orang normal," kata Mita. Tidak hanya berhenti disitu, dia masih memiliki keinginan untuk menjadi seorang profesor.
"Ingin belajar supaya bisa jadi profesor desain universal di Indonesia," jelas Mita.
Â
Simak juga video menarik berikut ini:
Bolak Balik Jakarta Bandung
Sembari menempuh S3, dia juga menjadi dosen di Universitas Mercu Buana. "Saat ini saya dosen tetap sekaligus dosen peneliti," kata ibu satu anak ini.
Tidak ada kesulitan yang dia hadapi selama mengajar. Sokongan fasilitas multimedia di kelas membantunya menyampaikan pelajaran ke mahasiswa. Namun, Mita mengakui lebih suka belajar di luar kelas.
"Selama mengajar lebih banyak di luar kelas. Agar mahasiswa bisa mengeksplorasi desain universal dan memahaminya," kata perempuan 48 tahun ini.
Meski bolak-balik Jakarta-Bandung untuk kuliah dan mengajar, Mita tetap semangat.
"Tiap selasa kuliah pagi, saya berangkat subuh. Lalu setelah kuliah, langsung balik ke Jakarta, Kamisnya mengajar," kata perempuan yang sudah menjalani single parent selama 7 tahun ini.
Saat ini, Mita sedang sibuk dengan tugas disertasi. Tema yang diambil "Interioritas Perilaku Visual Manusia Disabilitas Pendengaran pada Ruang Perkuliahan dengan Pendekatan Desain Universal."
Â
Advertisement