Liputan6.com, Jakarta: Aliansi Gerakan Kesehatan Ibu dan Anak (AGKIA) mendesak Pemerintah Indonesia segera meningkatkan jumlah dan kualitas bidan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan komitmen yang pernah dinyatakan oleh pemerintah untuk menurunkan angka kematian anak dan ibu, seperti tertuang dalam target Pencapaian Pembangunan Milenium (Millenium Development Goals/MDGs).
Desakan ini disampaikan AGKIA, yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat nasional dan internasional, antara lain Aliansi Pita Putih Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), FITRA, World Vision Indonesia, Plan Indonesia, PKBI, ChildFund dan Save the Children, sehubungan dengan peringatan Hari Bidan Nasional, di Jakarta, Jumat kemarin.
Dalam siaran persnya, AGKIA menjelaskan hingga saat ini 48 juta perempuan di dunia belum mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan terlatih di saat persalinan. Khusus di Indonesia, lebih dari 17 persen persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Hanya separuh dari jumlah persalinan yang terjadi di fasilitas layanan kesehatan.
"Terdapat disparitas jumlah bidan yang sangat besar antardaerah. Di Maluku Utara, lebih dari 70 persen persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Di Indonesia, setiap tiga menit satu balita meninggal, dan setiap 30 menit seorang ibu meninggal,’ kata kordinator AGKIA, Irma Hidayana, dari Save the Children.
Menurut AGKIA, penurunan angka kematian anak dan ibu saat melahirkan (seperti yang menjadi targetk MDGs poin 4 dan 5) tidak akan tercapai tanpa ada percepatan aksi nyata dari pemerintah. "Pertemuan umum PBB September 2011 menjadi kesempatan bagi Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengejar pencapaian target MDGs, khususnya mengenai penurunan angka kematian anak dan ibu," ujar Irma.
Perwakilan AGKIA dari Plan Indonesia Wahdini Hakim menjelaskan, di seluruh dunia, lebih dari 3,5 juta tenaga kesehatan, termasuk bidan, dibutuhkan hingga 2015. Khusus di Indonesia, masih dibutuhkan puluhan ribu bidan agar rasio satu bidan per 1.000 penduduk terpenuhi.
"Karena itu, kami meminta pemerintah agar bisa memastikan bahwa pada tahun 2015, seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Sehingga, angka kematian ibu yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2007 bisa ditekan menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup, pada tahun 2015, seperti janji pemerintah pada sebuah pertemuan PBB tahun lalu," ujar Wahdini.
AGKIA berpendapat, percepatan aksi nyata untuk menurunkan tingkat kematian anak dan bayi juga bisa dilakukan dengan mengalokasikan anggaran persalinan bagi 1,5 juta keluarga miskin di tahun 2011. Sesuai dengan amanat UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada tahun 2012 pemerintah juga harus meningkatkan alokasi anggaran kesehatan, minimal lima persen dari APBN. "Anggaran ini untuk mendukung ketersediaan tenaga kesehatan dan mencapai pelayanan kesehatan berkualitas di 552 Rumah Sakit, 8,898 Puskesmas dan 52 ribu Poskesdes di seluruh Indonesia," jelas Asteria T. Aritonang, perwakilan dari AGKIA dari World Vision Indonesia.(ULF)
Desakan ini disampaikan AGKIA, yang terdiri dari sejumlah organisasi masyarakat nasional dan internasional, antara lain Aliansi Pita Putih Indonesia, Ikatan Bidan Indonesia (IBI), FITRA, World Vision Indonesia, Plan Indonesia, PKBI, ChildFund dan Save the Children, sehubungan dengan peringatan Hari Bidan Nasional, di Jakarta, Jumat kemarin.
Dalam siaran persnya, AGKIA menjelaskan hingga saat ini 48 juta perempuan di dunia belum mendapat pertolongan dari tenaga kesehatan terlatih di saat persalinan. Khusus di Indonesia, lebih dari 17 persen persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Hanya separuh dari jumlah persalinan yang terjadi di fasilitas layanan kesehatan.
"Terdapat disparitas jumlah bidan yang sangat besar antardaerah. Di Maluku Utara, lebih dari 70 persen persalinan tidak ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Di Indonesia, setiap tiga menit satu balita meninggal, dan setiap 30 menit seorang ibu meninggal,’ kata kordinator AGKIA, Irma Hidayana, dari Save the Children.
Menurut AGKIA, penurunan angka kematian anak dan ibu saat melahirkan (seperti yang menjadi targetk MDGs poin 4 dan 5) tidak akan tercapai tanpa ada percepatan aksi nyata dari pemerintah. "Pertemuan umum PBB September 2011 menjadi kesempatan bagi Pemerintah Indonesia menunjukkan komitmen yang kuat dalam mengejar pencapaian target MDGs, khususnya mengenai penurunan angka kematian anak dan ibu," ujar Irma.
Perwakilan AGKIA dari Plan Indonesia Wahdini Hakim menjelaskan, di seluruh dunia, lebih dari 3,5 juta tenaga kesehatan, termasuk bidan, dibutuhkan hingga 2015. Khusus di Indonesia, masih dibutuhkan puluhan ribu bidan agar rasio satu bidan per 1.000 penduduk terpenuhi.
"Karena itu, kami meminta pemerintah agar bisa memastikan bahwa pada tahun 2015, seluruh persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan terlatih. Sehingga, angka kematian ibu yang mencapai 228 per 100.000 kelahiran hidup di tahun 2007 bisa ditekan menjadi 102 per 100 ribu kelahiran hidup, pada tahun 2015, seperti janji pemerintah pada sebuah pertemuan PBB tahun lalu," ujar Wahdini.
AGKIA berpendapat, percepatan aksi nyata untuk menurunkan tingkat kematian anak dan bayi juga bisa dilakukan dengan mengalokasikan anggaran persalinan bagi 1,5 juta keluarga miskin di tahun 2011. Sesuai dengan amanat UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, pada tahun 2012 pemerintah juga harus meningkatkan alokasi anggaran kesehatan, minimal lima persen dari APBN. "Anggaran ini untuk mendukung ketersediaan tenaga kesehatan dan mencapai pelayanan kesehatan berkualitas di 552 Rumah Sakit, 8,898 Puskesmas dan 52 ribu Poskesdes di seluruh Indonesia," jelas Asteria T. Aritonang, perwakilan dari AGKIA dari World Vision Indonesia.(ULF)