Liputan6.com, Jakarta Dot bayi yang juga dikenal sebagai dummy, soother, atau pacifier, adalah pengganti puting susu ibu yang umumnya terbuat dari karet atau plastik. Non nutritive sucking seperti halnya dot, sudah lama dikenal dalam sejarah umat manusia. Penggunaannya merupakan usaha orangtua untuk memberikan sesuatu yang dapat menenangkan dan memberikan rasa nyaman untuk si Kecil.
Sebenarnya, bolehkah dot bayi digunakan dalam jangka panjang? Penggunaan dot pada awal-awal kehidupan sering dikaitkan dengan keinginan yang tinggi dari bayi untuk selalu menghisap sesuatu.
Baca Juga
Penggunaan dot dianggap bermanfaat karena akan menenangkan bayi serta memberikan rasa nyaman pada keadaan-keadaan tertentu, seperti keinginan untuk mulai tidur, rasa nyeri pada waktu gigi tumbuh, dipisahkan dari ibunya, menurunkan frekuensi menghisap jari, serta menurunnya kejadian SIDS (sudden infant death syndrome), seperti dikutip dari akun Instagram resmi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), @idai_ig, Selasa (3/4/2018).
Advertisement
Secara universal, dot seakan menjadi simbol perlengkapan perawatan bayi dan penggunaannya meluas di seluruh dunia. Situs-situs penggalian di Italia, Siprus, dan Yunani, menunjukkan bahwa dot setidaknya sudah ada sejak 3000 tahun yang lalu.
Salah satu bukti pemakaian dot pada beberapa abad yang lalu, dapat dilihat pada lukisan Dürer Madonna and The Siskin yang dibuat pada tahun 1506. Dalam lukisan tersebut tampak adanya dot di tangan kanan bayi.
Field (2003) menyebutkan bahwa, bayi-bayi prematur yang dirawat di ruang perawatan intensif NICU, yang juga diberikan dot, menunjukkan perkembangan yang positif dengan kenaikan berat badan yang signifikan, mengurangi kejadian enterokolitis nekrotikan (NEC), serta memperpendek masa perawatan.
Di sisi lain, penggunaan dot akan menimbulkan perdebatan dengan banyaknya pendapat yang berbeda, karena penggunaan dot pada bayi juga dianggap bisa menimbulkan implikasi yang merugikan.
Â
Simak juga video menarik berikut:
Â
Risiko kesehatan penggunaan dot bayi
Masih terkait dot bayi, IDAI dalam postingan terbarunya di Instagram menjelaskan, implikasi merugikan bagi kesehatan di antaranya, terjadinya gangguan pola pengisapan bayi sehingga akan terjadi penyapihan awal karena bayi menolak untuk menetek. Selain itu meningkatnya risiko otitis media, infeksi saluran cerna dan pernapasan, serta maloklusi gigi.
Tak hanya itu saja, penelitian lain menganjurkan agar orangtua tidak memberikan dot atau empeng pada bayi laki-laki, jika tidak ingin sang buah hati terhambat emosionalnya. Demikian hasil penelitian dari University of Wisconsin-Madison yang dipublikasikan dalam journal Basic and Applied Social Psychology.
Menurut penelitian itu, penggunaan dot pada bayi laki-laki bisa membatasi kesempatan mereka meniru ekspresi wajah orang lain. Padahal cara itu bisa membantu mereka memahami emosi dan belajar empati.
Lebih lanjut penelitian itu merinci, penggunaan dot akan mengakibatkan bayi tidak bisa tersenyum, cemberut, atau mengatur alis karena ada dot di mulut mereka. Berbeda dengan bayi perempuan yang menunjukkan kemajuan secara emosional meski menggunakan dot.
IDAI juga menerangkan seputar kontroversi penggunaan dot, seperti penyapihan dini, infeksi, maloklusi dan karies gigi, efek menenangkan, sindrom kematian bayi mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS)
Kesimpulannya, meski terdapat perbedaan pendapat tentang penggunaan dot, IDAI menyatakan tetap ada sisi positif dan negatifnya.
Dampak positif penggunaan dot atau NNS adalah: menenangkan bayi ketika rewel atau gelisah, memberikan kepuasan, serta mengurangi risiko terjadinya SIDS. Pada bayi kecil yang dirawat di ruang perawatan intensif, dot selain dapat memberikan kenyamanan, mempercepat proses pemberian minum oral, juga memperpendek masa rawat.
Sementara, dampak negatif penggunaan dot adalah penyapihan dini, peningkatan risiko infeksi saluran cerna, saluran pernafasan, maupun OMA.
Pada dasarnya, menyusui bayi secara alami jauh lebih baik daripada pemberian dot.
Advertisement