Liputan6.com, Jakarta Saat ini tertawa, sejurus kemudian mendadak bersedih bahkan menangis. Perubahan mood yang ekstrem itu sering terjadi pada penderita gangguan bipolar (GB). Ketika suasana hati lagi bagus (manik), dia akan merasa hebat dan mampu melakukan hal-hal yang antimainstream. Sebaliknya, saat kondisi jiwa lagi rendah, dia akan mengalami depresi, seperti terpuruk dan putus asa.
Demikian ungkap Prof. dr. Sasanto Wibisono, SpKJ (K) dari Perhimpuan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia (PDSKJI) kepada Health-Liputan6.com, dalam sebuah kesempatan. Positifnya, salah satu gejala orang dengan kondisi kejiwaan bipolar adalah memiliki banyak ide. Tak heran jika banyak penderita bipolar dianggap memiliki tingkat inteligensi (IQ) tinggi.
Baca Juga
Sementara, ada juga sisi negatifnya. Pada episode depresi, penderita bipolar biasanya sering hilang konsentrasi dan sulit mengambil keputusan. Mereka juga mudah gugup, gelisah, lelah, dan tersinggung.
Advertisement
Belakangan ini muncul istilah hypophrenia. Salah satu gejalanya, seseorang bisa tiba-tiba menangis tanpa sebab. Ini yang kemudian membuat orang sering tertukar atau gagap paham dalam membedakan antara bipolar dan hypophrenia.Â
Menurut psikolog klinis dewasa, Rena Masri M.Psi, hypophrenia adalah gangguan yang membuat seseorang bisa sedih atau nangis secara tiba-tiba. Pemicunya bervariasi. Bisa karena trauma yang tak terselesaikan, mengalami kehilangan mendalam, dan lainnya.
Hypophrenia, sambung Rena, memang memunculkan rasa sedih berujung menangis yang muncul mendadak. Keterkaitan masa lalu yang pahit atau pengalaman buruk yang tak terlupakan, bisa jadi peletupnya.
Bagaimana cara sederhana untuk membedakan penderita bipolar dengan hypophrenia?
"Kalau pada gangguan bipolar, seseorang akan mengalami 2 fase, yaitu mania atau manik dan fase depresif. Sementara kalau pada orang dengan gangguan hypophrenia, dia hanya mengalami mengalami 1 fase saja," papar psikolog jebolan Universitas Indonesia ini saat dihubungi Health-Liputan6.com, ditulis Kamis (5/4/2018).
Â
Simak juga video menarik berikut:
Â
Penderita bipolar maupun hypophrenia butuh pendampingan
Persamaan kedua gangguan tersebut, lanjut Rena, ada pada perubahan mood. Penderita bipolar bisa jauh lebih mengejutkan. Sementara penderita hypophrenia, mood nya cenderung ke arah kesedihan yang berlarut.
"Misalnya dia pernah ditinggal orang yang sangat dicintai, baik itu orangtua atau sahabat dekatnya. Penderita hypophrenia cenderung susah menerima kenyataan, karena kesedihan itu membuatnya larut dan memunculkan sifat traumatis. Lebih berat sih yang mengalami bipolar. Ada episode manik dan ada episode depresif. Ketika senang, dia merasa semangat untuk bisa melakukan apa saja. Ketika sisi depresi muncul inilah banyak orang yang salah menduga apakah dia bipolar atau hypophrenia," beber Rena.
Namun, kecenderungan saat ini, penderita bipolar lebih terlihat jelas gelagatnya.
"Penyebabnya bisa karena faktor genetik. Ketika orangtuanya mengalami gangguan mood juga, anak juga berisiko. Faktor biologis tersebut muncul karena masalah neurotransmiter di otak. Ya, ada sesuatu di jaringan otaknya yang mengalami gangguan. Semua tergantung pada lingkungan. Jika kondisinya kondusif, anak bisa baik-baik saja," papar psikolog yang mengenakan hijab itu.
Rena menyarankan kedua gangguan ini harus ditangani secara intensif. Artinya, bisa konsultasi lebih lanjut kepada ahlinya atau dibimbing oleh keluarga maupun teman yang memang mengerti dia luar dan dalam.
"Kalau untuk pencegahan bisa dilakukan dengan dua cara. Pertama, membiasakan berbicara kepada orang yang tepat jika perasaan sedang sedih atau galau itu muncul. Kedua, jika memang berkepanjangan, segera konsultasi kepada ahlinya. Ketiga, bisa melakukan berbagai aktifitas yang positif sehingga dia bisa lebih fokus kepada hal-hal lain yang sifatnya membangun," urai Rena.
Advertisement