Sukses

Belajar dari Bom Surabaya, Tetangga Perlu Peka Bila Ada Pola Asuh Keluarga yang Mencurigakan

Pelaku bom Surabaya "menumbalkan" anak-anak mereka saat melakukan aksi bom bunuh diri, ini yang bisa masyarakat pelajari dari hal tersebut.

Liputan6.com, Jakarta Pola aksi kejahatan terorisme yang melibatkan anak-anak perlu ditelisik lebih lanjut. Seperti halnya yang terjadi pada peristiwa bom Surabaya, yang meledak di tiga gereja dan di Mapolrestabes Surabaya.

Pun begitu pada bom yang meledak di rusunawa Wonocolo, Kecamatan Taman, Sidoarjo. Peledakan juga melibatkan anak. Namun, ada tiga anak yang selamat.

Mereka adalah anak dari AF, pria yang sedang merakit bom yang kemudian meledak di rusunawa tersbut. Anak-anak itu masing-masing berinisial AR (15), FP (11), dan GA (10). Ketiganya mengalami luka akibat ledakan itu.

Saat sesi konferensi pers terkait kejahatan terorisme di Kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Jakarta pada Selasa (15/5/2018), Komisioner KPAI Bidang Pendidikan Retno Listyarti, menjelaskan soal keterlibatan anak keluarga bom, khususnya pengebom Mapolrestabes Surabaya.

"Anak dari keluarga terorisme itu ternyata tidak disekolahkan. Tetangga-tetangga yang tahu, mereka itu homeschooling (sekolah di rumah)," kata Retno.

 

Saksikan juga video menarik berikut:

 

2 dari 2 halaman

Tidak boleh bergaul

Yang paling mencurigakan, anak dari pelaku bom Sidoarjo itu tidak boleh bergaul dengan anak-anak lainnya.

"Tentunya, anak-anak terenggut hak pendidikannya dan penelantaran. Bukan homeschooling, tapi dikasih doktrin radikalisme oleh orangtuanya," Retno menambahkan.

Untuk itu, perlu kepekaan tetangga sekitar. Jika ada pengasuhan keluarga yang mencurigakan bisa dilaporkan kepada pihak berwenang.

"Pengaduan juga boleh ke KPAI atau Komisi Perlindungan Anak Daerah (KPAD) setempat," ujar Retno.