Liputan6.com, Jakarta Banyak orangtua sudah tahu, buku atau hobi membaca buku bisa sangat bermanfaat bagi perkembangan si Kecil. Tapi lantas, kapan waktu paling tepat untuk memperkenalkan atau membiasakan anak membaca buku? Mommy Iswatun Hasanah dari Babyologist berbagi pengalamannya seputar pengenalan buku pada anak.
Sejujurnya, saya bukan tipikal individu yang suka membaca. Padahal, Ayah dan Ibu saya sangat hobi membaca, kakak saya pun sama. Sampai-sampai di rumah orang tua saya dulunya dibuatkan satu rak lemari khusus yang isinya semua buku-buku. Tetapi entah mengapa minat saya untuk membaca buku tak kunjung terlihat, justru tenggelam, seolah tidak ada sama sekali.
Baca Juga
Satu-satunya buku yang menarik perhatian saya pada saat itu hanyalah buku pelajaran dan LKS (itupun karena tuntutan sebagai siswa). Dampaknya? Saya cenderung dikenal sebagai anak yang kurang bergaul, kesulitan berkomunikasi di depan publik, dan yang paling membuat saya tertekan adalah ketika harus menyusun tugas akhir, saya sampai harus mundur beberapa bulan dari target, bolak-balik mengganti judul hanya karena tidak tahu apa yang harus saya tulis.
Advertisement
Sejak awal saya tahu bahwa saya hamil, saat itu pula saya berniat untuk menanamkan minat baca pada anak saya kelak. Saya ingin Hannah tidak mengalami kesulitan yang sama dengan yang saya alami selama ini. Saya ingin sekali menumbuhkan minat baca pada Hannah meskipun saya sendiri tidak suka membaca. Kemudian saya berpikir, bagaimana ya caranya?
Saya sendiri saja yang dibesarkan oleh kedua orang tua yang antusias membaca, malah saya masih sangat sulit untuk tertarik pada buku. Bagaimana anak saya bisa hobi membaca kalau ibunya sendiri tidak suka membaca?Â
Dari pengalaman saya yang memiliki riwayat orang tua gemar membaca namun tidak menular pada saya (anaknya), saya berasumsi bahwa ternyata sekedar hobi membaca saja tidak berpengaruh besar dalam menularkan minat baca pada anak. Memang, anak adalah peniru ulung dari setiap perilaku orang tuanya. Tetapi jika tidak dilibatkan secara langsung, hanya memperlihatkannya sebagai contoh saja, rasanya pengaruhnya memang sangat minim ya.
Contoh nyata dalam kehidupan semasa sekolah/kuliah dahulu ketika ada sebagian guru/dosen memberikan berbagai jenis contoh soal, tanpa kita dilibatkan secara langsung/diberikan latihan-latihan/tugas yang harus dibawa pulang (pekerjaan rumah) untuk mengerjakan soal-soal terkait. Pertanyaannya, apakah pada saat ujian kita bisa mengerjakan jika diberikan soal yang sama?
Mungkin bagi sebagian murid/mahasiswa yang jenius bisa saja, tetapi bagi rata-rata orang tentu saja mereka akan lupa bagaimana cara mengerjakannya. Hal ini wajar, karena kita sebagai manusia memiliki keterbatasan memori dalam otak.Â
Â
Â
Saksikan juga video menarik berikut:Â
Harus jadi kebiasaan
Setiap hari, jam, menit, bahkan detik, otak kita menerima ribuan, bahkan jutaan informasi untuk direkam dan kemudian diproses serta disimpan dalam ruang memori otak. Hal ini terjadi berulang-ulang setiap kali otak kita menerima informasi, yang artinya informasi-informasi lama akan tergantikan dengan beragam informasi baru yang kita terima.
Bayangkan sudah berapa banyak informasi yang sudah direkam oleh otak selama masa hidup kita? Sementara secara biologis, kemampuan sel-sel otak akan cenderung menurun seiring dengan pertambahan usia.
Sama halnya dengan kegemaran akan suatu hal (hobi), terutama membaca buku, yang timbul bukan hanya karena sekedar menirukan kebiasaan seseorang atau karena dicontohkan oleh orang terdekat/lingkungan, tetapi karena kita sebagai subjek terlibat langsung (baik secara fisik maupun emosional) dalam melakukan aktivitas tersebut, dan keterlibatan yang dapat menumbuhkan kebiasaan harus dilakukan secara berulang-ulang, serta dalam jangka waktu yang cukup panjang.
Oleh karena itu, sangat dianjurkan bagi para orang tua untuk mengenalkan buku pada anak sejak usia dini, bahkan sejak si calon anak masih berada di dalam kandungan ibunya.
Â
Advertisement